Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membenarkan potongan pajak di masa adanya pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) akan lebih tinggi dari bulan-bulan biasanya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menyampaikan adanya kenaikan potongan yang dihitung dengan Tarif Efektif Rata-Rata (TER) itu akibat adanya penambahan pendapatan pada masa pajak seperti menjelang hari raya Idulfitri.
“THR pajaknya tinggi? Jawaban saya adalah memang jadi lebih tinggi,” ujarnya dalam Media Briefing di kantor DJP, Senin (1/4/2024).
Pada dasarnya, Dwi menegaskan bahwa TER merupakan kemudahan bagi masyarakat WP OP maupun pemotong pajak/pemberi usaha. Penggunaan TER ini juga telah sesuai dengan international best practice, alias diterapkan di negara-negara lain.
Meski adanya pemotongan yang lebih tinggi pada masa pemberian THR tersebut, namun pada masa akhir pajak atau Desember akan ada status lebih bayar ataupun kurang bayar.
“Kalau kelebihan akan dikembalikan oleh pemberi kerja atau pemotong penghasilan pada Desember. Kemudian SPT nya bagaimana? Nanti SPT statusnya akan nihil,” jelasnya.
Baca Juga
Senada, Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama pun menyampaikan pemotongan pajak yang lebih tinggi ini akan menyeimbangkan pada masa akhir pajak di Desember.
Apabila pemotongan dilakukan pada akhir tahun, di mana tidak ada tunjangan tambahan dan pendapatan hanya berupa gaji, nantinya gaji akan terpotong lebih banyak.
Dari simulasi yang dilakukan pihaknya, bahkan terdapat kasus dengan potongan hampir setengah dari gajinya.
“Lebih baik pendekatan ini saat menerima THR karena ada penerimaan lebih supaya Desember nanti masih normal,” jelasnya.
Adapun, ketentuan pemotongan THR ini bukanlah hal baru, namun telah dilakukan sebelumnya.
Pada dasarnya, ketentuan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Sebagai contoh, Tuan B yang berstatus belum kawin dan tanpa tanggungan (TK/0) bekerja di PT C. Tuan B menerima gaji pada Februari sejumlah Rp6 juta. Sementara pada Maret, Tuan B menerima gaji Rp12 juta yang termasuk THR (tidak memperhitungkan iuran).
Atas penghasilan tersebut, Tuan B dikenakan tarif efektif bulanan kategori A pada Februari sebesar 0,75% atau Rp45.000. Sementara pada Maret, tarif sebesar 4% atau senilai Rp480.000.