Bisnis.com, JAKARTA – Ambruknya jembatan Francis Scott Key di Baltimore, Amerika Serikat (AS) berisiko menghentikan ekspor batu bara dari pelabuhan Baltimore selama enam pekan ke depan.
Kepala eksekutif Xcoal Energy & Resources LLC Ernie Thrasher mengatakan gangguan ekspor di pelabuhan Baltimore diperkirakan menahan pengangkutan hingga 2,5 juta ton batu bara.
AS mengekspor sekitar 74 juta ton batu bara pada 2023. Pelabuhan Baltimore sendiri menjadi terminal terbesar kedua untuk komoditas ini di AS. Penutupan pusat batu bara utama ini mengancam akan mengganggu rantai pasokan energi global.
"Akan ada pengalihan ke pelabuhan lain, tetapi pelabuhan lain cukup sibuk," kata Thrasher seperti dikutip Bloomberg, Rabu (27/3/2024).
Thrasher mengatakan Baltimore mengirimkan kurang dari 2% dari batu bara yang diangkut melalui laut secara global, sehingga runtuhnya jembatan ini hanya akan berdampak kecil pada harga global,.
Ia menambahkan bahwa batu bara yang bergerak keluar dari Baltimore mencakup banyak batu bara termal ke India yang digunakan untuk pembangkit listrik.
Baca Juga
"Ini akan menyebabkan beberapa gangguan atau kekacauan dari sudut pandang rantai pasokan. Tetapi pertanyaan besarnya adalah dampaknya terhadap India lebih besar dari pada dampak global," lanjutnya.
Permintaan batu bara tahunan India mencapai lebih dari 1 miliar ton dan negara ini mengimpor sekitar 238 juta ton bahan bakar pada tahun fiskal terakhir, di mana sekitar 6% di antaranya dikapalkan dari AS.
Baltimore menyumbang sekitar 12 juta ton dari impor tersebut, menurut sebuah catatan penelitian dari perusahaan analisis Energy Aspects.
Energy Aspects juga memperkirakan lalu lintas laut di Baltimore akan terganggu paling lama dua atau tiga pekan. Sebagian besar pengiriman batu bara mungkin akan dialihkan sementara ke pelabuhan-pelabuhan lain termasuk Norfolk, Virginia.
Gangguan pasokan ini akan mempengaruhi pasar batu bara Asia lebih banyak daripada pasar Eropa karena sebagian besar batu bara yang diekspor dari pelabuhan tersebut memiliki kandungan sulfur yang tinggi dan tidak cocok untuk pembangkit listrik di Eropa, demikian menurut catatan dari perusahaan analisis komoditas DBX.