Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Waswas TikTok Shop Kuasai Data e-Commerce RI

Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia khawatir data tren belanja masyarakat warga Indonesia dikuasai TikTok Shop usai merger Tokopedia.
Ilustrasi transaksi e-commerce./ Dok Freepik
Ilustrasi transaksi e-commerce./ Dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) khawatir adanya risiko penguasaan data tren belanja masyarakat warga Indonesia oleh platform TikTok Shop. Pemerintah diminta turun tangan lakukan penyelidikan.

Ketua Umum Hippi, Erik Hidayat menilai aksi TikTok Shop yang menabrak aturan telah mengancam keberlangsungan UMKM. Adapun sejak mengakuisisi sejumlah besar saham PT Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO), TikTok kembali menyajikan fitur belanja dalam platform dengan dalih telah memigrasi sistem pembayaran ke Tokopedia secara back end atau di balik layar dan mengubah nama fitur menjadi Shop Tokopedia.

Menurutnya, pembelian saham Tokopedia oleh TikTok bakal berakibat fatal terhadap keberlangsungan bisnis UMKM. Musababnya, kepemilikan saham Tokopedia yang didominasi oleh TikTok bakal mempengaruhi keputusan Tokopedia.

Erik membeberkan bahwa pihaknya khawatir saat data konsumen termasuk tren dan prilaku konsumsi masyarakat dikuasai platform asing bakal menjadi bumerang bagi pelaku usaha di dalam negeri.

"Mereka bisa seenaknya mengcopy produk yang dibutuhkan oleh mayoritas masyarakat kita, menjualnya dengan harga lebih murah dan lain-lain. Yang ini bisa sangat berdampak pada UMKM kita," ujar Erik dalam keterangan resmi, Senin (25/3/2024).

Padahal, pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permenda) No.31/2023 pasal 13 ayat 3 huruf (a) menyebutkan bahwa Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektornik (PPMSE) wajib memastikan tidak adanya interkoneksi antara sistem elektronik yang digunakan dengan sistem elektronik di luar Sarana.

Selain itu, dalam pasal 13 ayat 3 huruf (b) juga menegaskan soal larangan penyalahgunaan penguasaan data pengguna untuk dimanfaatkan oleh PPMSE atau perusahaan yang berafiliasi dalam sistem elektroniknya.

"Di sinilah peran pemerintah seharusnya bisa memberikan kontrol dan perlindungan dari apa saja yang bisa merugikan kita," ucapnya.

Adanya silang pendapat antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) soal kembali beroperasinya fitur belanja dalam TikTok Shop justru memicu kecurigaan dari masyarakat.

Padahal, kata Erik, pemerintah harusnya tegas dalam memberikan perlindungan tehadap pelaku UMKM. Oleh karena itu, dia pun mengajak publik turut mengawasi dugaan pembiaran TikTok menabrak aturan.

"Jika ada kompromi, maka perlu diselidiki apa itu bentuknya. Bukan sekadar melihat nilai investasi, pemerintah harus jeli mana aturan yang diakal-akali dan mana yang ahrus dikawal dan dilindungi," katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Isy Karim mengatakan migrasi TikTok dengan Tokopedia sudah mencapai hampir 90% secara backend. Meskipun diakui pemisahan aplikasi belum terjadi, tetapi sistem pembayaran diklaim telah dipegang sepenuhnya oleh Tokopedia.

"Ya teknologi sekarang masa harus pindah [aplikasi] lagi, browsing lagi, kan enggak. Itu masih dianggap comply [patuh] terhadap aturan," tutur Isy beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki bersikeras bahwa TikTok masih melanggar aturan usai bergabung dengan Tokopedia. Dia menekankan bahwa TikTok seharusnya memisahkan fitur belanja dari aplikasinya tanpa terkecuali, termasuk alasan sistem backend.

"Coba beli di TikTok Shop pasti [pembayaran] enggak ke Tokped, tetapi masih di TikTok. Itu jelas melanggar," kata Teten.

Dia pun menduga, pembiaran yang dilakukan Kemendag atas pelanggaran TikTok terhadap aturan sarat atas urusan politik. Namun, dia mengakui, wewenang atas aturan itu bukan di ranahnya.

"Tim kami melalui dirjen secara teknis sudah ketemu [Kemendag] dan bilang [TikTok] melanggar. Ada pertimbangan politik berarti," ucap Teten.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper