Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Goreng Curah dan MinyaKita Mulai Naik, Ini Biang Keroknya

Realisasi Domestic Market Obligation (DMO) yang makin anjlok telah menyebabkan harga minyak goreng curah dan MinyaKita merangkak naik.
Produk minyak goreng curah kemasan besutan Kementerian Perdagangan, Minyakita - Dok. Kemendag.
Produk minyak goreng curah kemasan besutan Kementerian Perdagangan, Minyakita - Dok. Kemendag.

Bisnis.com, JAKARTA -  Realisasi Domestic Market Obligation (DMO) yang makin anjlok telah menyebabkan harga minyak goreng curah dan MinyaKita mulai merangkak naik.

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Kementerian Perdagangan, Bambang Wisnubroto mengakui adanya kenaikan harga minyak goreng curah 0,8% secara mingguan pada pekan ketiga Ramadan menjadi Rp15.828 per liter. Selain itu, kenaikan harga juga terjadi pada MinyaKita sebesar 0,4% menjadi Rp15.775 per liter.

Kemendag mencatat 29 kabupaten/kota di 12 provinsi mengalami kenaikan harga minyak goreng curah di atar 5%. Sementara 14 kabupaten/kota di 12 provinsi mengalami kenaikan harga MinyaKita di atas 5%.

Bambang menjelaskan, kenaikan harga minyak curah dan MinyaKita tersebut merupakan imbas dari realisasi DMO minyak goreng di kalangan produsen yang terus menyusut signifikan sejak Januari 2024.

Dia merinci, pada Januari 2024 realisasi DMO minyak goreng hanya 212.116 ton atau 70,7% dari target bulanan 300.000 ton. Selanjutnya pada Februari 2024 realisasi DMO tercatat hanya 43,8% atau 131.486 ton. Bahkan, untuk periode Maret 2024, realisasi DMO hingga saat ini baru mencapai 28,6% atau hanya sekitar 85.890 ton.

"Kenapa turun DMO nya? Karena hak ekspor yang dimiliki oleh produsen ini kurang lebih 5,58 juta ton. Kalau mereka tidak lakukan DMO, mereka masih punya hak ekspor 2,5 bulan. Ini yang menjadi problem saat ini, ekspor lesu," ujar Bambang dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah, Senin (25/3/2024).

Permintaan global yang lesu, telah membuat para produsen menahan realisasi DMO minyak goreng. Menurut Bambang, salah satu faktor dominan yang menyebabkan ekspor melemah yakni harga minyak nabati lainnya yang lebih kompetitif dibandingkan minyak sawit.

Dia menjabarkan, harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) di bursa Rotterdam pada Maret 2024 sebesar US$1.115 per ton telah naik 17% dari harga Januari 2024. Sementara harga soybean atau minyak kedelai pada Maret 2024 berada di kisaran US$1.060 per ton atau naik 1,4% dari Januari 2024. Selain itu, harga rapeseed atau kanola pada Maret 2024 tercatat US$1.009 per ton atau naik 8,5% dari harga Januari 2024.

"Harga CPO ini lebih mahal dibandingkan soybean dan kanola. Ini menyebabkan pasar global memilih menyerap soybean atau kanola karena harga yang lebih kompetitif," jelasnya.

Dia pun mengakui bahwa pada awalnya kebijakan DMO hanya menjadi opsi yang dilakukan pemerintah agar masyarakat dapat mengakses minyak goreng curah maupun MinyaKita dengan harga sesuai acuan atau HET imbas polemik kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng yang terjadi pada awal 2022.

"Ini [kebijakan DMO] tentunya menjadi evaluasi kita terus," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper