Bisnis.com, JAKARTA – Salah satu pekerjaan rumah terbesar bagi calon presiden Prabowo subianto dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi indonesia di atas 5%.
Pasangan calon ini pun dalam visi misinya menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kisaran 6% hingga 7%.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan bahwa jika melihat data secara historis, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5% bukanlah target yang mudah.
Target yang sama juga pernah dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode pertama pemerintahannya dan tidak tercapai.
“Sehingga patut ditunggu bagaimana pemerintahan baru nantinya memformulasikan kebijakan yang tepat untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi tersebut,” katanya kepada Bisnis, Kamis (21/3/2024).
Menurut Yusuf, pemerintah baru tentunya bisa belajar dari pemerintah sebelumnya karena pemerintahan sebelumnya juga relatif sama dalam mematok target pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Baca Juga
“Evaluasi kenapa target itu tidak dicapai bisa menjadi salah satu landasan pemerintahan baru dalam menyusun kebijakan yang ke tepat untuk mengejar target pertumbuhan tersebut,” jelas Yusuf.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pemerintah baru akan menghadapi situasi yang cukup menantang untuk bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi 6%-7%.
Hal ini terutama di tengah kondisi geopolitik yang masih suram, yang berpotensi memperlambat kinerja ekspor dan menurunkan cadangan devisa Indonesia, yang telah tercermin dari penyempitan surplus neraca perdagangan.
Menurutnya, tiga tahun pertama kepemimpinan Prabowo-Gibran diperkirakan tidak akan menikmati windfall dari harga komoditas.
“Harga minyak naik, batu bara dan sawit belum naik, jadi situasinya sekarang semakin kompleks. Suku bunga belum pasti kapan turun, berimbas ke aliran pendanaan investasi langsung dan pasar keuangan,” kata Bhima.
Di samping itu, Bhima mengatakan, inflasi pangan juga menjadi ancaman yang cukup serius, karena langsung berdampak pada daya beli kelompok menengah ke bawah.
Oleh karenanya, pemerintah mendatang harus bersiap menggeser berbagai anggaran untuk membantu petani dan menjaga daya beli terlebih dahulu. Apalagi, pemerintah dinilai tidak bisa mengurangi anggaran untuk perlindungan sosial, termasuk bansos yang telah dialokasikan cukup besar dalam 2 tahun terakhir.
“Begitu bansosnya berkurang karena berbagai alasan, ini akan menciptakan rasa khawatir di 40% pengeluaran terbawah. Biasa dikasih bansos, kemudian berkurang pelan-pelan bansosnya, maka angka kemiskinan 5 tahun ke depan bisa naik,” jelas Bhima.