Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa kenaikan suku bunga acuan di Jepang tidak akan memberikan dampak negatif bagi pasar keuangan di dalam negeri.
Untuk diketahui, Bank of Japan (BOJ) pada Selasa (19/3/2024) memutuskan untuk menaikkan suku bunga ke kisaran 0-0,1%. Kenaikan ini merupakan yang pertama kalinya dalam 17 tahun terakhir.
“Pengaruh suku bunga Jepang kami tidak melihat kebijakan-kebijakan BOJ itu berpengaruh besar terhadap pergerakan inflow dan outflow, maupun juga berkaitan dengan nilai tukar,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur, Rabu (20/3/2024).
Perry mengatakan pergerakan nilai tukar rupiah dan mata yang berbagai negara lebih banyak dipengaruhi dan ditentukan oleh kekuatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS).
“Itu yang menjadi suatu elemen kenapa beberapa pekan terakhir tekanan terhadap nilai tukar meningkat,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Perry, tren pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir pun memang dikarenakan ketidakpastian pasar keuangan global akibat dolar AS yang masih cukup kuat sehingga memicu outflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan sebagian di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Baca Juga
Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti juga menyampaikan bahwa dampak dari kenaikan suku bunga di Jepang terhadap pasar keuangan Indonesia memang belum terlihat.
“Bahkan tertutup pengaruhnya dari AS sendiri, yaitu DXY yang memang trennya menguat dalam beberapa hari ini,” kata dia.
Adapun, BI memutuskan untuk kembali mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau BI-Rate pada tingkat 6% pada RDG Maret 2024.
Dengan keputusan ini, BI telah mempertahankan suku bunga acuan pada tingkat 6% selama 5 bulan beruntun sesak kenaikan terakhir pada Oktober 2023.
Perry mengatakan keputusan mempertahankan tingkat suku bunga di 6% untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali.