Bisnis.com, JAKARTA - Harga beras diproyeksikan bakal sulit turun kembali ke level harga semula seperti tahun lalu seiring adanya peningkatan biaya produksi padi.
"Bayangannya adalah harga beras mungkin akan bertahan, tidak sampai serendah seperti yang diperkirakan semula," ujar Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi dikutip dari Antara, Selasa (19/3/2024).
Bayu mengungkapkan, bertahannya harga beras dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti biaya produksi petani yang terdiri atas ongkos tenaga kerja, sewa lahan, harga pupuk, dan benih.
Menurutnya, dengan naiknya biaya produksi petani maka harga gabah yang dijual pun akan ikut berubah. Dengan demikian, harga beras tidak akan serendah seperti sebelumnya.
Selain itu, komponen biaya produksi padi terbesar, yakni upah tenaga kerja informal juga sudah mulai naik dan biaya hidup ikut meningkat.
"Sekitar 50% dari biaya produksi sawah itu atau biaya produksi tanaman padi adalah tenaga kerja, harga sewa lahan juga demikian, konversi lahan kan terjadi, pasti lahan makin sedikit, lahan makin sedikit maka sewa lahan akan makin mahal jadi ongkos naik, pupuk juga naik," tutur Bayu.
Baca Juga
Namun demikian, Bayu belum bisa memastikan di level berapa keseimbangan baru harga beras dan harga eceran tertinggi (HET). Menurutnya, Bulog akan menunggu kepastian harga dari kementerian/lembaga terkait.
"Tapi berapa besar kenaikannya, nanti kita tunggu lah biar dari otoritasnya yang mengeluarkan, Badan Pangan Nasional atau Kementerian Pertanian atau BPS," ucap Bayu.
Berdasarkan data panel harga pangan Badan Pangan Nasional, Selasa (19/3/2024) pukul 07.25 WIB, harga beras premium di tingkat pedagang eceran secara rata-rata nasional terpantau di level Rp16.870 per kilogram (kg). Harga ini berada di atas HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp13.900-Rp14.800 per kg.
Sementara itu, harga beras medium terpantau di level Rp14.100 per kg.Harga beras medium juga masih melambung jauh di atas HET yang dipatok sebesar Rp10.900-Rp11.800 per kg.