Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Sahkan RUU Larangan TikTok Gara-gara Ancam Keamanan Pemilu

DPR AS mengesahkan RUU larangan TikTok di Amerika Serikat lantaran dinilai mengancam keamanan Pemilu.
Ilustrasi logo TikTok dan Bendera Amerika Serikat. REUTERS
Ilustrasi logo TikTok dan Bendera Amerika Serikat. REUTERS

Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (AS) telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang larangan TikTok di AS karena dianggap mengancam Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan digelar beberapa bulan lagi.

Dilansir dari Reuters, DPR AS mengesahkan RUU tersebut pada Rabu (14/3/2024). Dalam RUU tersebut pemilik TikTok di China, ByteDance diminta untuk mendivestasi aset TikTok di AS dengan waktu yang diberikan selama enam bulan atau TikTok akan dilarang eksis di AS.

Para Pejabat AS juga mengingatkan pemerintah China punya kendali atas manajemen TikTok.

Direktur Intelijen Nasional Avril Haines ketika sidang komite intelijen DPR pada minggu ini telah menyampaikan TikTok dapat digunakan pemerintah China untuk mempengaruhi Pemilu 2024 di AS.

Departemen Kehakiman juga turut mengingatkan kepada anggota parlemen bahwa TikTok berbasis di Beijing sehingga pengguna TikTok di AS berisiko. Pasalnya, pemerintah China terkenal dengan pengawasan dan sensor ketat. 

Politisi AS tidak ingin dianggap lunak oleh Pemerintah China apalagi mendekati pelaksanaan Pemilu ini, dengan disahkannya RUU tersebut sebagai langkah yang tepat untuk menjawab masalah keamanan nasional di AS.

Kedua partai di AS telah mengibarkan bendera perang terhadap TikTok dan isu-isu tentang pemerintah China dalam pembuatan kendaraan listrik, chip kecerdasan buatan yang canggih, sampai alat derek di pelabuhan-pelabuhan Amerika Serikat.

RUU yang telah disahkan itu mendapatkan respon negatif dari para pemilih muda. Mereka menolak larangan tersebut karena TikTok dapat digunakan sebagai media untuk mengekspresikan pendapat dan mengikuti perkembangan politik.

Pada bulan lalu, Presiden Joe Biden berkampanye di TikTok untuk menarik dukungan yang banyak sehingga bisa terpilih kembali menjadi Presiden AS. Hal tersebut meningkatkan harapan para pemangku perusahaan mengenai RUU yang disahkan tidak dibuat menjadi Undang-Undang (UU) pada tahun ini.

RUU tersebut telah disahkan dengan hasil 352-65 melalui pemungutan suara bipartisan, kebanyakan yang mendukung RUU ini untuk disahkan berasal dari anggota Kongres dari Partai Republik.

Ketua Komite China terpilih di Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Republik Mike Gallagher serta Perwakilan dari petinggi Partai Demokrat Raja Krishnamoorthi memberitahukan tindakan tersebut pada 5 Maret dengan lebih dari dua belas anggota parlemen.

RUU tersebut juga mendapatkan penolakan dari sejumlah tokoh Partai Demokrat di DPR, yaitu Kathleen Clark dari Partai Demokrat di DPR, kandidat Senat Arizona Ruben Gallego, Alexandria Ocasio-Cortez serta petinggi Partai Demokrat di komite Kehakiman, Komite Cara dan Sarana, Transportasi dan Intelijen.

Ocasio-Cortez menyampaikan bahwa ada pertanyaan serius mengenai antimonopoli dan privasi di AS, kekhawatiran keamanan nasional harus disampaikan kepada publik sebelum Pemilu.

“Ada pertanyaan serius tentang antimonopoli dan privasi di sini, dan segala kekhawatiran keamanan nasional harus disampaikan kepada publik sebelum pemungutan suara,” ujar Ocasio-Cortez dikutip dari Reuters, Jumat (15/3/2024). 

Sebanyak 15 anggota Partai Republik dan 50 anggota Partai Demokrat menolak RUU tersebut.

Apabila RUU tersebut disahkan oleh Senat dan ditandatangani oleh Biden, diberikan waktu selama enam bulan kepada pemilik TikTok, ByteDance yang harus mendivestasikan aset TikTok di AS. Jika tidak dilakukan, TikTok akan terancam tidak akan mendapatkan layanan hosting web dari Google dan pihak lain.

Belum ada kejelasan langkah yang diambil pemerintah China menanggapi RUU tersebut. Larangan tersebut akan mempersulit para pengguna TikTok di AS untuk mengakses aplikasi media sosial yang digandrungi anak muda. 

Tidak hanya terjadi di AS, TikTok juga dilarang di sejumlah negara, seperti India telah melarang TikTok dan aplikasi lainnya yang berbasis di China sejak tahun 2020, alasannya aplikasi tersebut dianggap membahayakan keamanan dan integritas nasional.

Nepal juga melarang penggunaan Tiktok pada November 2023. Bahkan, Australia, Kanada, dan Selandia Baru telah melarang TikTok di perangkat milik pemerintah federal.

RUU tentang larangan TikTok di AS mendapatkan ketidakpastian di Senat karena beberapa pihak memilih menggunakan pendekatan lain untuk mengatur aplikasi milik asing yang akan menimbulkan masalah di bidang keamanan.

Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer menyampaikan Senat akan terus meninjau undang-undang tersebut.

Ketua Komite Perdagangan Senat Maria Cantwell menyampaikan dirinya ingin UU yang dapat bertahan di pengadilan dan sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang yang terpisah, namun ragu-ragu langkah apa yang harus ditempuh selanjutnya. (Ahmadi Yahya)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Redaksi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper