Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) melaporkan penjualan industri minuman ringan tumbuh 3,1% (year-on-year/yoy) pada 2023 yang didorong permintaan produk air mineral dalam kemasan (AMDK).
Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo mengatakan pertumbuhan penjualan minuman ringan masih stagnan lantaran industri masih dalam proses pemulihan daya beli konsumen pascapandemi.
"Secara besar 2022-2023 ada pertumbuhan 3,1% kalau total, tapi penyumbang utama dari pertumbuhan itu hanya AMDK, kalau kita keluarkan AMDK pertumbuhan industri -2,6%," kata Triyono dalam Konferensi Pers Kinerja Industri Minuman Tahun 2023 serta Peluang dan Tantangan Tahun 2024, Rabu (13/3/2024).
Adapun, kinerja industri Minuman Siap Saji atau Ready to Drink (RTD) mengalami penurunan yang sangat signifikan sejak tahun 2020. Kala itu, total volume produksi Non Alcoholic Ready to Drink (NARTD) sebesar 6,68 miliar liter per tahun.
Sedangkan, rata-rata produksi minuman ringan berada dikisaran 7-8 miliar liter per tahun. Triyono menuturkan, sejak 2021 pemulihan belum tampak signifikan.
"Data terakhir menunjukkan CAGR [compunded annual growth rate] industri minuman 3 tahun terakhir 2020-2022 ada di angka 0%, tidak ada pertumbuhan," ujarnya.
Baca Juga
Adapun, dia menyebutkan tantangan utama pertumbuhan industri yaitu konsumsi rumah tangga yang masih melambat. Pada kuartal IV/2023 konsumsi hanya dapat bergerak di angka 4,7% secara tahunan.
Secara kuartalan, tingkat konsumsi masyarakat turun dari kuartal ketiga 5,06%. Dia menyimpulkan bahwa momentum natal, tahun baru, dan Pemilu 2024 tidak berpengaruh besar.
Terlebih, laju tingkat inflasi komponen harga pangan mencapai 8,47% pada Februari 2024, lebih tinggl dari laju inflasi secara umum yaitu 2,61% yoy.
"Hal ini berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat, di mana fokus konsumen yang tersita oleh kebutuhan primer," terangnya.
Di sisi lain, Triyono juga menyoroti krisis geopolitik, termasuk dinamika terkait perang Rusia-Ukraina yang berimbas pada melonjaknya blaya logistik dan mengganggu rantal pasokan global.
Tak hanya itu, kemarau berkepanjangan telah mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku.
"Sebagai contoh, harga gula mengalami kenaikan sebesar 16,48% dari 2022 ke 2023 [year-on-year]," tuturnya.
Melihat kondisi tersebut, Triyono menyimpulkan tahun 2024 merupakan waktu yang tepat bagi industri minuman ringan untuk rebound atau pulih.
Meskipun, dia mematok target pertumbuhan industri NARTD konservatif di kisaran 4% - 5% hingga akhir tahun 2024.