Bisnis.com, JAKARTA --Pemerintah diminta untuk menerapkan sanksi untuk aktivitas impor ilegal, tidak hanya sebatas melakukan larangan dan pembatasan (lartas) saja.
Adapun, kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2024 tentang Pengaturan Impor. Beleid ini akan mengandalkan border sehingga mengandalkan peran Ditjen Bea dan Cukai.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan aturan lartas harus seimbang dengan pengawasan Bea Cukai yang ketat dalam membasmi masuknya impor ilegal.
"Ada kemungkinan sebenarnya lartas juga tidak efektif karena kalau lihat Perizinan Impor sebelumnya, ternyata angka impor tetap naik," kata Firman kepada Bisnis, Rabu (6/3/2024).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) data nilai impor alas kaki (HS 64) meningkat 9,7% dari US$883,2 juta pada 2022 menjadi US$968,8 juta pada 2023. Impor ilegal terbesar datang dari China.
Hal ini ditunjukkan dari nilai impor ke China sebesar US$484,3 juta pada 2022, sementara data International Trade Center (ITC) menunjukkan nilai alas kaki China ke RI mencapai US$1,2 miliar. Artinya, selisih US$715,7 juta merupakan nilai impor ilegal.
Baca Juga
"Selama ini pemerintah belum mengakui adanya data yang berbeda antara BPS dengan data internasional, sehingga impor ilegal tidak masuk dalam konsideran hukum penyusunan Permendag 36/2024 dan Permenperin 5/2024," tuturnya.
Kendati demikian, Firman menuturkan, dari data-data BPS yang diperdebatkan tersebut, pelaku impor tidak bisa serta merta diniali buruk seluruhnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan kinerja Ditjen Bea dan Cukai perlu dibenahi untuk mengatur impor ilegal tekstil dan produk tekstil (TPT).
"Berdasarkan perhitungan dengan metode supply diperkirakan impor ilegal TPT di tahun 2023 mencapai 749.000 ton atau setara dengan 37.000 kontainer," terangnya, dihubungi terpisah.
Kinerja impor ilegal marak terjadi karena adanya penyelundupan yang dilakukan melalui pelabuhan ilegal. Misalnya, pada Oktober 2023 sebanyak 1.600 bal pakaian bekas hampir ilegal dari Malaysia dijegal di pesisir timur Sumatra.
"Jika Bea Cukai masih belum mau memperbaiki kinerjanya pasar domestik masih akan terus dibanjiri barang impor ilegal," pungkasnya.
Alhasil, jika industri dalam negeri terus dijegal oleh produk impor ilegal maka pertumbuhan manufaktur nasional pun terancam tak optimal.