Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan Naikkan HET, Ini Solusi Bapanas Agar Harga Beras Murah

Bapanas menilai peningkatan produktivitas padi bisa menjadi solusi untuk mengatasi lonjakan harga beras.
Buruh menata karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman
Buruh menata karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) menilai peningkatan produktivitas padi bisa menjadi solusi untuk mengatasi lonjakan harga beras.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, mengakui harga beras yang tinggi saat ini merupakan representasi dari harga gabah di tingkat petani.

Menurutnya, harga beras yang terbentuk di masyarakat rata-rata adalah hampir dua kali lipat harga gabah.

Adapun panel harga pangan Bapanas mencatat rata-rata harga beras per hari ini mencapai Rp16.510 per kilogram untuk beras premium dan Rp14.340 per kilogram untuk beras medium.

Adapun saat ini, pemerintah masih mengacu pada ketentuan harga eceran tertinggi (HET) beras sesuai Perbadan No.7/2023 yakni Rp10.900-Rp11.800 per kilogram untuk beras medium, dan Rp13.900-Rp14.800 per kilogram untuk beras premium.

Sementara itu, untuk ketentuan HPP gabah kering panen (GKP) masih mengacu pada Perbadan No.6/2023 sebesar Rp5.000 per kilogram di tingkat petani.

Melakukan penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) beras dan harga pembelian pemerintah (HPP) saat ini dianggap bukan jadi solusi tepat. Meskipun diakui bahwa sejumlah komponen biaya produksi mengalami kenaikan.

"Tapi ada solusi yang baik yakni tingkatkan produktivitas sehingga cost per unit menjadi lebih murah," ujar Arief, dikutip Rabu (6/3/2024).

Arief mengatakan, saat ini rata-rata produksi gabah di petani hanya di kisaran 5,2 ton per hektare. Menurutnya, saat produktivitas dapat digenjot hingga ke level 6 ton per hektare, maka harga gabah bisa lebih rendah tanpa mengurangi margin petani. Di sisi lain, harga beras berpeluang jadi lebih murah.

"Dengan produksi lebih tinggi maka harga [gabah] akan lebih rendah. Jadi marjin [keuntungan] didapat dari peningkatan produksi. Itu solusinya," jelas Arief.

Menurut Arief, menyesuaiakan HET beras dan HPP gabah saat ini berisiko pada harga beras yang semakin mahal. Bahkan, dampak terburuknya adalah daya beli masyarakat yang melemah.

"Harga sekarang Rp13.900 per kilogram [HET beras], logikanya mau dinaikkan jadi Rp16.000 mau enggak? Nanti yang ada daya belinya akan turun," ucap Arief.

BPS mencatat dalam lima tahun terakhir selama 2018-2022, produksi beras tahunan cenderung stagnan dengan rata-rata di angka 31,93 juta ton.

Secara terperinci, produksi beras pada 2018 sebanyak 33,94 juta ton; 2019 sebanyak 31,31 juta ton; 2020 sebanyak 31,5 juta ton; 2021 sebanyak 31,36 juta ton; dan 2022 sebanyak 31,54 juta ton. Teranyar, produksi beras pada 2023 diperkirakan turun menjadi 30,9 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper