Bisnis.com, JAKARTA -- Para analis lembaga asing memperkirakan transisi pemerintahan di Indonesia akan lancar pasca Pemilu yang diselenggarakan kemarin (14/2/2024).
Alessandro Gazzini, peneliti pada Alvarez & Marsal di Indonesia menyebut investor relatif yakin akan keberlangsungan kebijakan di Tanah Air karena ketiga kandidat telah berpartisipasi di bawah pemerintahan Jokowi sebelumnya.
Bahkan kandidat yang menyuarakan perubahan, Anies Baswedan, diyakini tidak akan melakukan kebijakan revolusioner terhadap garis pembangunan yang sudah ada berdasarkan rekam jejaknya.
Analis Commerzbank AG termasuk Charlie Lay menulis dalam sebuah catatan kepada kliennya pada hari pemilihan.
“Mereka tidak memperhitungkan kejutan apa pun dan mengharapkan hasil yang mulus dalam transisi kekuasaan,” katanya memberi ketenangan kepada investor seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (15/2/2024).
Sementara itu, Bloomberg mencatat, pemungutan suara Indonesia memiliki tantangan yang tinggi yakni periode pendek selama 6 jam. Pesta demokrasi ini menjadi salah satu Pemilu terbesar di dunia. Pemimpin terpilih baik di daerah maupun nasional akan membantu membentuk kebijakan investasi dan pertumbuhan di negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara ini.
Baca Juga
Bloomberg juga mencatat pemilu kali ini setara dengan penyelenggaraan pemungutan suara serentak dari New York hingga Alaska dan dilakukan dalam jangka waktu relatif pendek. Media ekonomi itu juga menyoroti topografi Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau untuk menunjukkan tantangan yang dihadapi penyelenggara. Termasuk tantangan tiga zona waktu hingga banjir yang menggenangi sejumlah tempat pemungutan suara.
Catatan lain yakni Presiden Indonesia berikutnya mewarisi perekonomian senilai US$1 triliun yang meningkat pesat dalam rantai pasokan sumber daya global. Ekonomi jumbo ini diperoleh dari fokus presiden saat ini, Jokowi, pada hilirisasi mineral ke luar negeri dibandingkan ekspor komoditas mentah. Langkah tersebut telah meningkatkan ekspor, mempersempit defisit fiskal dan menstabilkan mata uang, menjadikan Indonesia sebagai favorit negara berkembang.
Sang penerus diharapakan dapat mencapai pertumbuhan sebesar 6%-7%. Target ini kembali dilontarkan meski Jokowi dalam 10 tahun kepemimpinannya gagal mencapai realisasi target pertumbuhan ini.