Bisnis.com, JAKARTA - Masifnya hilirisasi mineral belum memberikan berkah bagi industri alat berat. Penjualan barang modal ini masih tersendat sepanjang tahun lalu dan diproyeksi semakin berat 2024.
Padahal, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi hilirisasi terbesar tercatat pada sektor mineral sebesar Rp216,8 triliun sepanjang tahun lalu.
Realisasi investasi tersebut di antaranya adlaah untuk pembangunan smelter nikel sebesar Rp136,6 triliun, smelter bauksit Rp9,7 triliun, dan smelter tembaga Rp70,5 triliun.
Ketua Umum PAABI Etot Listyono mengatakan penyerapan produk dari hilirisasi di sektor pertambangan mineral tidak signifikan dan potensi peluang ke depannya masih perlu dikaji kembali.
"[Hilirisasi] saya masih harus analisa lagi. Tahun lalu terhambat itu karena wait and see dan harga batu bara juga masih rendah," kata Etot kepada Bisnis, Rabu (31/1/2024).
Etot menerangkan, penjualan alat berat tahun 2023 yakni sebesar 18.123 unit atau turun 10,8% (year-on-year) dibandingkan dengan penjualan tahun sebelumnya sebanyak 20.300 unit.
Baca Juga
PAABI memproyeksi tren perlambatan kinerja penjualan alat berat berlanjut tahun ini dengan penurunan 25% (year-on-year) menjadi 14.000 unit.
"Kalau balik lagi belum tau ya 17.000-18.000, i dont think so, saya tidak yakin bisa kembali seperti 2022," ujarnya.
Penjualan alat berat ke sektor tambang anjlok dipengaruhi harga batu bara yang masih di zona merah. Hal ini membuat rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) operasi tambang perlu disesuaikan.
Di sisi lain, sektor konstruksi telah mengalami penurunan biaya belanja sejak tahun pemilu. Pelaku usaha masih konservatif dan memilih untuk wait and see terhadap kebijakan mendatang.
"Proyeksi tahun 2024 turun 25%, perkiraan kami di 14.000 an unit. Target 14.000 itu pun sudah paling optimis," ujarnya.
Pemangkasan target penjualan alat berat tahun 2024 dinilai realistis melihat tren pasar saat ini. Etot menilai, siklus tahun pemilu masih menjadi penghambat terbesar selain anjloknya harga batu bara.
Sementara itu, masih ada peluang bertahan dari permintaan agroforestri yang masih stabil, meskipun dengan share market hanya 13%.
"Tahun ini itu utk alat berat yg di mining itu lebih banyaj ke refreshment, yg masih stabil itu forestry agro masih sama 12-13% marketnya," pungkasnya.