Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada tahun 2024, namun memberikan sorotan khusus terhadap sektor properti di China.
IMF meningkatkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia tahun 2024 menjadi 4,5% dari 4,2% pada proyeksi sebelumnya Oktober 2023.
Meskipun begitu, pertumbuhan tahun ini masih lebih rendah dibandingkan estimasi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 yang diperkirakan sebesar 4,7%, naik dari 4,6% pada Oktober.
Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan mengatakan sebagian besar kenaikan proyeksi tersebut disumbang oleh China dan India. Di China, pertumbuhan didukung oleh pengeluaran yang lebih tinggi untuk proyek-proyek rekonstruksi dan ketahanan bencana.
"Di India, permintaan domestik yang kuat permintaan domestik yang kuat mendukung peningkatan lain dalam perkiraan pertumbuhan kami," papar Srinivasan dalam konferensi laporan Regional Economic Outlook pada Rabu (31/1/2024).
Di sisi lain, IMF memperkirakan ekonomi Asia tahun 2025sedikit melambat menjadi 4,3%, yang sebagian besar mencerminkan perlambatan pertumbuhan China.
Baca Juga
IMF juga memproyeksikan rata-rata inflasi Asia menurun dari 3,8% pada 2022 kemudian menjadi 2,6% pada 2023. Ia menilai bahwa Banyak bank sentral regional berada di jalur yang tepat untuk mencapai target inflasi mereka pada tahun 2024.
Inflasi global diproyeksikan menjadi 5,8% pada 2024 dan 4,4% pada 2025. Inflasi inti berada dalam tren menurun.
Diketahui bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) kini telah mengisyaratkan penurunan suku bunga di masa depan. Menurutnya, ada risiko bahwa perbedaan kebijakan antara AS dan Asia akan memicu pergerakan nilai tukar yang tajam pada 2024.
“Jika demikian, bank-bank sentral harus menghindari gangguan dari gejolak sementara dan tetap fokus pada stabilitas harga,” jelasnya.
Walaupun prospek juga dinilai telah membaik, Srinivasan menuturkan risiko mengenai koreksi yang lebih besar dan berlarut-larut di sektor properti China. Hal ini dapat mengurangi permintaan domestik, terutama jika disertai dengan tekanan pada keuangan pemerintah daerah. Permintaan dari para eksportir juga dapat melesu.
Kemudian, di sisi positifnya, dukungan kebijakan yang lebih kuat dari perkiraan di China dapat meningkatkan permintaan domestik. Hal ini dapat menghasilkan dampak yang positif.
Selain itu, ia juga menuturkan bahwa ada risiko kondisi keuangan yang bergejolak dan meningkatnya risiko fragmentasi geopolitik yang berat bagi Asia, menimbang integrasi kawasan ke dalam perdagangan global.
Menimbang risiko-risiko tersebut, Srinivasan memberikan saran bahwa pentingnya konsolidasi fiskal, perlunya pengawasan keuangan yang kuat dan pemantauan risiko sistemik, serta reformasi struktural, untuk memperkuat ketahanan ekonomi wilayah ini.
Ia juga menyoroti mengenai pentingnya percepatan transisi hijau yang dinilai sangat penting, untuk pertumbuhan yang berkelanjutan.