Bisnis.com, JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut program shrimp estate, skema budidaya udang berskala besar, mengancam ekosistem mangrove di Indonesia hingga berujung pada kerusakan lingkungan.
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, Parid Ridwanuddin, mengatakan, program tersebut tidak jauh berbeda dengan food estate yang terbukti telah merusak lingkungan. Bedanya, program ini dilaksanakan di pesisir, sedangkan food estate di darat.
“Jadi kalau di darat, di hutan [food estate] kita tahu gagal ya. Nah kegagalan ini ingin diulang di pesisir,” kata Parid dalam konferensi pers, Selasa (23/1/2024).
Program budidaya udang, utamanya difokuskan untuk udang jenis vaname atau dengan nama ilmiah Litopenaeus vannamei. Lantaran dianggap memiliki pasar yang besar, baik di luar negeri maupun dalam negeri, pemerintah kemudian mendorong program shrimp estate.
Pemerintah sendiri diketahui telah membangun shrimp estate di Kebumen, Jawa Tengah. Program ini juga akan dibangun di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Parid khawatir, program tersebut dapat membabat habis ekosistem mangrove yang ada di Tanah Air. Wilayah-wilayah pesisir yang selama ini dikelola masyarakat juga terancam hilang akibat program shrimp estate.
Baca Juga
Program tersebut tentu berbanding terbalik dengan apa yang kerap kali digaungkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam sejumlah agenda internasional, Kepala Negara kerap membawa isu pelestarian mangrove.
Indonesia bahkan ditunjuk sebagai ketua bersama Climate Action pada Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 (Conference of the Parties/COP) 28 di Dubai, Uni Emirat Arab, lantaran dianggap sebagai negara dengan ekosistem mangrove terluas.
“Tetapi di dalam kebijakan di dalam negeri justru malah bertabrakan atau kontradiksi ya di antaranya kalau tadi saya sebut soal shrimp estate itu,” pungkasnya.