Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perayaan Imlek jadi Tekanan Baru buat Perusahaan Eksportir China, Kok Bisa?

Berbagai perusahaan eksportir China kini menghadapi dalam situasi yang sulit menjelang perayaan Tahun Baru Imlek.
Pekerja berada di depan peti kemas yang ditumpuk di Pelabuhan Yangshan Deepwater, Shanghai, China, Senin (23/3/2020). Bloomberg/Qilai Shenn
Pekerja berada di depan peti kemas yang ditumpuk di Pelabuhan Yangshan Deepwater, Shanghai, China, Senin (23/3/2020). Bloomberg/Qilai Shenn

Bisnis.com, JAKARTA - Berbagai perusahaan eksportir China kini menghadapi dalam situasi yang sulit menjelang perayaan Tahun Baru Imlek pada Februari 2024 di negara tersebut, menjadi tekanan tambahan selain konflik yang terjadi di Laut Merah

Konflik yang terjadi pada salah satu rute pelayaran tersibuk di dunia ini, memperlihatkan kerentanan perekonomian China yang bergantung pada ekspor terhadap gangguan pasokan dan guncangan permintaan eksternal. 

Adapun, gangguan tersebut datang ketika perusahaan menghadapi tantangan logistik menjelang perayaan Tahun Baru Imlek pada bulan depan. 

Menjelang perayaan tersebut, sekitar 300 juta pekerja migran mengambil cuti dan hampir seluruh pabrik di China tutup. Hal ini menciptakan kekacauan dalam beberapa minggu sebelumnya untuk pengiriman barang. 

Adapun, Negeri Tirai Bambu saat ini sedang berjuang akan perekonomian negaranya dalam menghadapi krisis properti, lemahnya permintaan konsumen, penurunan populasi dan pertumbuhan global yang lesu. 

Perdana Menteri Li Qiang, dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia di Davos pada Selasa (16/1/2024) juga menekankan perlunya menjaga rantai pasokan global yang stabil dan lancar, tanpa merujuk secara khusus pada Laut Merah. 

“Gangguan ini telah menghapus keuntungan kami yang sudah tipis,” jelas pendiri Fuzhou Han Changming International Trade Co Ltd, Han Changmin, dan menambahkan bahwa premi asuransi pengiriman yang lebih tinggi juga berdampak buruk, seperti dikutip dari Reuters, Senin (22/1).

Beberapa perusahaan, contohnya BDI Furniture yang berbasis di AS, kini lebih mengandalkan pabrik di negara-negara seperti Turki dan Vietnam untuk memitigasi dampak gangguan tersebut. 

Adapun, langkah baru-baru ini, yang dilakukan dari negara-negara Barat untuk mengurangi ketergantungan pada China di tengah menegangnya geopolitik. 

Hal tersebut kemudian menjadi ancaman bagi China bahwa perusahaan-perusahaan lain akan mengikuti langkah tersebut, dengan kemungkinan memilih untuk mengalihkan produksinya lebih dekat ke dalam negeri, yakni pendekatan yang disebut dengan “near-shoring”.

“Jika ini permanen, dan bisa permanen, maka keseluruhan mekanismenya akan disesuaikan kembali,” jelas pendiri IC Trade, Marco Castelli, yang mengekspor komponen mekanis buatan China ke Eropa. 

Kemudian, wakil presiden rantai pasokan dan operasi KidKraft yang berbasis di Shenzhen, pembuat peralatan bermain di luar ruangan dan mainan kayu, Mike Sagan, mengatakan bahwa banyak pelanggan Eropa menginjak rem, mengatakan untuk jangan mengirimkan apapun dan menunggu. 

“Banyak pemasok, mereka berteriak-teriak soal uang hari ini,” kata Sagan, yang perusahaannya memasok pengecer termasuk Walmart dan Target.

Dia juga mengatakan bahwa kekhawatiran bagi produsen besar adalah efek bola salju terhadap pemasok kecil dengan margin yang ketat karena mereka akan menjadi pihak terakhir yang menerima pembayaran namun sangat penting bagi rantai pasokan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper