Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (Gipi) menyambut baik keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan pajak hiburan. Kendati begitu, para pelaku usaha masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah daerah mengingat pajak hiburan masuk dalam kewenangan daerah.
Ketua Umum Gipi, Hariyadi Sukamdani, menyampaikan, pihaknya hingga saat ini belum mendapatkan informasi lebih lanjut ihwal penundaan kenaikan pajak hiburan dari pemerintah daerah.
“Misalnya DKI Jakarta sudah mengeluarkan Perda No.1/2024, itu gimana apakah Pj Gubernur [Heru Budi Hartono] mau nunda atau gimana? kita belum tahu mekanismenya,” kata Hariyadi kepada Bisnis, Kamis (18/1/2024).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, melalui Instagramnya, Rabu (17/1/2024) mengumumkan untuk menunda penerapan pajak hiburan.
Dia mengaku telah mengumpulkan instansi terkait termasuk Gubernur Bali untuk membahas ihwal penetapan pajak hiburan. Hasilnya, pemerintah sepakat untuk melakukan evaluasi terhadap Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sembari menunggu hasil judicial review yang diajukan sejumlah asosiasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jadi kita mau tunda dulu saja pelaksanaannya itu satu karena itu dari Komisi XI DPR RI kan itu sebenarnya, jadi bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi gitu,” kata Luhut dalam unggahan Instagramnya, Rabu (17/1/2024).
Baca Juga
Kendati ditunda, Gipi akan tetap mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar UU No.1/2022 dibatalkan, khususnya pada Pasal 58 ayat 2.
Dalam pasal tersebut, tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
“Itu harus dibatalkan, kalau nggak, bermasalah. Payung hukumnya tarif kan di situ, gimana caranya kalau nggak dibatalkan,” ungkapnya.
Adapun, Gipi tengah mempersiapkan gugatan ke MK guna melindungi sektor jasa hiburan secara keseluruhan. Selain dinilai dapat mematikan industri jasa hiburan, dalam penyusunan UU No.1/2022 para pelaku usaha tak pernah dilibatkan, dan kajian naskah akademik dinilai sangat lemah.
Rencananya, gugatan tersebut akan disampaikan ke MK paling lambat akhir Januari 2024.