Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menunggu Efek Kejut The Fed ke Pundi-pundi Cadangan Devisa 2024

Berikut analisis ekonom soal kinerja cadangan devisa Indonesia 2024 di tengah penantian keputusan suku bunga The Fed.
Annasa Rizki Kamalina, Maria Elena
Selasa, 9 Januari 2024 | 08:30
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia dalam mata uang dolar AS/Dok. Bank Indonesia
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia dalam mata uang dolar AS/Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) membukukan cadangan devisa (cadev) per Desember 2023 di angka US$146,4 miliar, tertinggi sejak 2022. Apakah akan dipengaruhi dengan keputusan Federal Reserve (The Fed)?

Angka tersebut melonjak senilai Rp8,3 miliar dari posisi akhir November 2023 yang senilai US$138,1 miliar. Selain itu, posisi cadangan devisa pada Desember 2023 ini juga merupakan yang tertinggi dalam 27 bulan terakhir. 

Posisi cadangan devisa tertinggi sebelumnya, yaitu pada September 2021, tercatat sebesar US$146,9 miliar.

“Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut [pada Desember 2023] antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono melalui siaran pers, Senin (8/1/2024).

Erwin menyampaikan kenaikan posisi cadangan devisa pada Desember 2023 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.

Selain itu, lanjutnya, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadangan devisa pada akhir 2023 pun berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

“BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” kata Erwin.

BI juga memandang cadangan devisa akan tetap memadai, yang didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh BI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Hal tersebut sejalan dengan berbagai instrumen moneter yang Bank Indonesia terbitkan pada tahun lalu untuk menopang ketahanan eksternal dan stabilitas rupiah.

Bank Indonesia mengungkapkan kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. 

BI pun memandang bahwa cadangan devisa akan tetap memadai, yang didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan respons bauran kebijakan yang ditempuh BI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Lantas, bagaimana proyeksi cadangan devisa pada 2024?

Sementara untuk 2024, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan bahwa rupiah, seperti banyak mata uang negara berkembang, memiliki banyak prospek sumber volatilitas di 2024. 

“Stabilitas rupiah dan cadev akan sangat bergantung dari perkembangan ekonomi global dan langkah-langkah yang diambil The Fed. Melihat cadev saat ini, kita memiliki modal yang cukup besar untuk melakukan intervensi sekiranya dibutuhkan untuk stabilisasi rupiah,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (8/1/2024). 

Menurutnya, berbagai instrumen yang BI keluarkan untuk menjaga rupiah sepanjang 2023 mampu menopang rupiah sehingga lebih unggul dari negara peers lainnya. 

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah ke level Rp15.525 per dolar AS pada perdagangan awal pekan, Senin, (8/1/2024). Mata uang Asia terpantau bervariasi, sedangkan indeks dolar AS melemah. 

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengakhiri perdagangan hari ini dengan penurunan 0,06% atau 9,5 poin ke level Rp15.525 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS bergerak melemah tipis 0,01% ke posisi 102,39.

Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya terpantau bervariasi. Mata uang yang ikut melemah terhadap dolar AS, misalnya dolar Singapura melemah 0,07%, peso Filipina turun 0,19%, yuan China turun 0,16%, dan baht Thailand ambles 0,69%.

Sementara itu mata uang Asia yang masih kebal terhadap dolar AS, yakni yen Jepang naik 0,13%, dolar Hongkong naik 0,04%, won Korea naik 0,01%, rupee India naik 0,11%, dan ringgit Malaysia naik 0,14%.

Senada, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah memperkirakan bahwa rupiah akan lebih stabil dan memiliki peluang untuk menguat, namun dengan syarat apabila Federal Reserve atau The Fed menurunkan suku bunga.  

Secara historis, Piter menjelaskan bahwa cadangan devisa lebih dipengaruhi oleh besarnya pencairan dan pembayaran utang luar negeri, serta kebijakan intervensi ketika ada tekanan terhadap rupiah.  

“Dengan pertimbangan itu cadev diperkirakan tidak akan banyak mengalami perubahan ketika tekanan pelemahan terhadap rupiah tidak banyak terjadi,” jelasnya. 

Pejabat Federal Reserve atau The Fed memperingatkan bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut mungkin perlu melanjutkan kenaikan suku bunga kebijakan jangka pendeknya. 

Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden Federal Reserve (The Fed) Bank of Dallas Lorie Logan pada Sabtu (5/1) dengan alasan untuk menjaga penurunan imbal hasil obligasi jangka panjang baru-baru ini, agar tidak memicu inflasi lebih lagi. 

“Jika kita tidak menjaga kondisi keuangan yang cukup ketat, ada risiko bahwa inflasi akan kembali naik dan membalikkan kemajuan yang telah kita capai,” jelas Logan dalam sambutannya pada konferensi American Economic Association di San Antonio, Texas, seperti dikutip dari Reuters, Senin (8/1).

Lanjutnya, Logan juga mengatakan bahwa tidak boleh mengesampingkan kemungkinan kenaikan suku bunga lagi dengan mempertimbangkan pelonggaran kondisi keuangan dalam beberapa bulan terakhir. 

Sebagaimana diketahui, The Fed menaikkan suku bunga acuannya secara agresif pada 2022 dan awal 2023 dengan maksud untuk menurunkan inflasi yang sempat mencapai rekor tertinggi dalam 40 tahun. Namun, sejak Juli 2023, The Fed telah mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25%-5,5%.

Para pengambil kebijakan Desember 2023 memberi sinyal bahwa pihaknya telah melihat cukup banyak kemajuan dalam inflasi, yang mungkin dapat dicapai dengan kenaikan suku bunga dan beralih ke penurunan suku bunga pada 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper