Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan produksi rokok secara umum turun 1,8%, khususnya golongan I yang anjlok hingga 14% (year-on-year/yoy) setelah pemerintah menaikkan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) 10%.
Sri Mulyani menyampaikan penurunan produksi rokok mulai dari Marlboro hingga Sampoerna tersebut sejalan dengan harapan pemerintah untuk mengendalikan konsumsi rokok.
“Overall produksi turun 1,8%, ini memang yang kita harapkan produksi rokok menurun,” ungkapnya dalam konferensi pers APBN Kita 2023, Selasa (2/1/2024).
Meski produksi rokok golongan I, yang merupakan kelompok produsen rokok terbesar, anjlok hingga 14%, namun produksi untuk rokok golongan II dan III justru meningkat.
Bendahara Negara menyampaikan produksi rokok untuk golongan II naik 11,6%. Bahkan, untuk industri rokok kecil yang termasuk dalam golongan III naiknya mencapai 28,2%.
“Ini berarti komposisi dari CHT mengalami shifting atau pergeseran, yang tadinya golongan I pindah ke golongan II dan III yang tarifnya naik tidak terlalu tinggi. Ini yang harus kita waspadai,” tuturnya.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, cukai hasil tembakau atau CHT menjadi kontributor utama penerimaan kepabeanan dan cukai, di mana menyumbang Rp221,8 triliun terhadap total penerimaan di angka Rp286,2 triliun sepanjang 2023.
Sri Mulyani menyampaikan kenaikan dari cukai hasil tembakau yang memang dilakukan berturut-turut dan naik cukup besar hingga 10% mempengaruhi penerimaan negara.
Hal tersebut mengacu dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) berupa sigaret, cerutu, rokok daun atau klobot, dan tembakau iris.
Di mana golongan sigaret kretek mesin (SKM) I dan II rata-rata naik antara 11,5 persen—11,75 persen, sigaret putih mesin (SPM) I dan II naik sekitar 11 persen, serta sigaret kretek tangan (SKT) rata-rata 5 persen.