Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Joko Suranto

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) dan CEO Buana Kassiti Group

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Propertinomic dan Paradigma Kebangkitan Ekonomi Nasional

Pembangunan infrastruktur terutama jalan tol dalam hampir satu dekade terakhir ini berlangsung sangat masif di hampir seluruh pelosok negeri.
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Gedung bertingkat di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. JIBI/Feni Freycinetia
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Gedung bertingkat di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. JIBI/Feni Freycinetia

Bisnis.com, JAKARTA - Pembangunan infrastruktur terutama jalan tol dalam hampir satu dekade terakhir ini berlangsung sangat masif di hampir seluruh pelosok negeri. Pemerataan infrastruktur tidak hanya dijadikan sektor prioritas, tetapi diletakkan sebagai fondasi dasar pembangunan di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Pembangunan infrastruktur ini selanjutnya tentu diharapkan membawa dampak positif yang besar terhadap pengembangan ekonomi kawasan secara keseluruhan, sehingga membuka peluang yang lebih luas bagi pembangunan di sektor properti terutama perumahan. Terlebih sektor properti merupakan industri strategis yang sudah membuktikan kontribusi nyatanya terhadap perekonomian nasional.

Industri properti selama ini telah memberi kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 14%—16%, berkontribusi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 9,3%, menyumbang sekitar 30%—50% Pemasukan Asli Daerah (PAD) di setiap daerah, membantu 40% penyediaan infrastruktur daerah, serta menopang penerimaan pajak sekitar 30%—70% dari total transaksi pajak negara.

Industri properti juga memiliki keterkaitan dengan hampir 185 industri lainnya di sektor riil yang berarti memiliki dampak besar bagi bergeraknya perekonomian. Sebagai bisnis padat karya, sektor properti mampu menyerap banyak tenaga kerja yaitu hampir 13 juta—19 juta orang.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), realisasi investasi dari sektor properti yang meliputi perumahan, kawasan industri dan perkantoran, selama ini terus berada di peringkat empat besar. Sektor properti menjadi salah satu sektor unggulan, di bawah sektor industri logam dasar, sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi, serta sektor pertambangan. Tetapi posisinya masih berada di atas sektor industri kimia dan farmasi.

Dengan kontribusi cukup strategis itu dan didukung pula dengan adanya bonus infrastruktur seperti jalan tol dan moda transportasi massal, maka industri properti sangat-sangat pantas menjadi tulang punggung (backbone) utama bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Potensi daya ungkit sektor properti terhadap ekonomi negara itulah yang kami sebut sebagai paradigma propertinomic.

Paradigma baru ini merujuk kepada posisi strategis sektor properti sebagai kekuatan utama dalam membangkitkan perekonomian negara. Propertinomic akan mengubah cara melihat sektor properti dari yang sebelumnya hanya indikator dalam pertumbuhan ekonomi, menjadi faktor pengungkit pertumbuhan ekonomi bangsa.

Untuk merealisasikan pendekatan baru ini, maka ada empat fokus utama propertinomic yang harus disentuh oleh pemerintahan mendatang. Pertama, penguatan institusi atau kelembagaan. Perlu adanya satu kementerian khusus yang mengurusi perumahan dan perkotaan. Kementerian ini akan bertindak sebagai integrator kebijakan yang fokus, mengingat selama ini sektor properti diurusi oleh 6 kementerian/lembaga yang berbeda (terpisah).

Kedua, fokus kebijakan. Karena ditangani oleh 6 kementerian/lembaga yang terpisah, maka kebijakan yang dilakukan juga berbeda-beda. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan properti khususnya perumahan pun menjadi sulit. Idealnya, kebijakan properti dan perumahan disusun atau dibuat oleh institusi yang memang bertanggung jawab langsung dengan sektor ini, sehingga terkelola dengan baik dan orkestrasi kebijakannya bisa harmonis untuk menghasilkan hasil optimal.

Ketiga, memaksimalkan anggaran pembiayaan perumahan. Seperti diketahui, alokasi anggaran untuk sektor perumahan masih sangat kecil, yaitu 0,4% dari APBN atau tidak sampai 10% dari total anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Alokasi anggaran untuk sektor perumahan di Indonesia itu bahkan lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara Asean yang rata-rata sudah di atas 2% dari APBN mereka.

Posisi itu menunjukkan sektor perumahan belum menjadi prioritas di negara sebesar Indonesia dengan jumlah penduduk yang kini telah mencapai 278,69 juta jiwa. Akibat dari sektor perumahan belum menjadi prioritas, tidak terkejut jika capaian pembangunan perumahan pun bergerak lamban, yang terlihat dari besarnya angka kesenjangan kebutuhan dan pembangunan (backlog) rumah.

Dalam satu dekade ini, angka backlog perumahan nyatanya memang tidak berubah signifikan. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2010 angka backlog sebanyak 13,5 juta, tetapi di 2020 masih 12,7 juta unit. Untuk itu, dibutuhkan dukungan anggaran yang memadai dan lebih realistis guna menuntaskan angka backlog perumahan tersebut.

Keempat, mendorong sektor perumahan menjadi Program Strategis Nasional (PSN). Berdasarkan Permenko No. 7/2023, PSN di sektor perumahan hanya ada dua yakni pembangunan rumah susun di DKI Jakarta dan bantuan rumah swadaya.

Dengan memasukkan sektor perumahan ke dalam PSN, maka sektor ini akan menjadi prioritas. Penetapan PSN juga akan mempercepat pelaksanaan pembangunan (pasokan) perumahan nasional. Sebagai proyek strategis, pembangunan akan dilaksanakan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan usaha termasuk pengembang swasta.

Kenapa Propertinomics? Kekuatan pasar properti terletak pada kebutuhan terhadap rumah di Indonesia yang masih sangat besar, sehingga bisa menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi nasional.

Data Susenas Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, angka backlog perumahan pada 2022 mencapai 12,7 juta unit. Angka itu belum termasuk kebutuhan rutin rumah setiap tahun yang bertambah 700.000—800.000 unit termasuk dari perkawinan yang rata-rata mencapai 1 juta pasangan per tahun.

Angka backlog perumahan di Indonesia ini dipastikan akan terus membengkak jika tidak diatasi lewat kebijakan yang extraordinary. Perlu diingat bahwa pada 2035 penduduk Indonesia akan mencapai 304 juta jiwa dan 66% di antaranya tinggal di perkotaan. Sekarang saja, hampir 20% penduduk Indonesia tidak memiliki rumah atau tinggal di rumah yang tidak layak huni. Bagaimana nanti di 2035?

Oleh karena itu, masyarakat harus terus didorong untuk mampu membeli rumah dari sekarang. Tidak hanya layak huni, tetapi rumah yang berlokasi dekat tempat bekerja lewat perencanaan tata ruang perkotaan yang baik. Hal itu untuk memastikan masyarakat tidak “terjebak” dalam kesusahan lainnya seperti kemacetan lalu lintas. Saat ini, akibat kemacetan lalu lintas di Jabodetabek misalnya setiap tahun sekitar Rp72,4 triliun dana subsidi bahan bakar minyak (BBM) atau setara 2,2 juta liter terbuang sia-sia.

Fakta itu adalah sebuah persoalan besar bagi sebuah negara, sehingga kalau tidak segera diselesaikan dengan lembaga berbeda, kebijakan berbeda, anggaran berbeda dan prioritas yang berbeda pula, maka persoalan besar ini tidak akan pernah dapat dituntaskan.

Untuk itu, pemerintahan mendatang diharapkan lebih memerhatikan sektor properti Kami pun menawarkan paradigma propertinomic sebagai peta jalan (road map) untuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi sektor properti yang nyata-nyata sudah memberi sumbangsih besar untuk ekonomi bangsa.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Joko Suranto
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper