Bisnis.com, JAKARTA - Pakar Hukum sekaligus Akademisi dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengkritik Peraturan Pemerintah No. 54/2023 bisa menjadi ruang tawar menawar perkara Cukai.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 54/2023 tentang Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Cukai untuk Kepentingan Penerimaan Negara.
Pada intinya, menyitat dari Pasal 7 beleid tersebut, tersangka hanya perlu membayar sanksi administratif berupa denda sebesar empat kali nilai cukai yang harus dibayar.
Menanggapi hal itu, Herdiansyah menyampaikan bahwa aturan tersebut dapat membuka ruang tawar menawar perkara yang dilakukan pejabat terkait dengan pihak yang disangkakan.
"Ketentuan tersebut akan membuka ruang traksional atau tawar menawar perkara. Ini bisa jadi lahan bisnis, terutama bagi jaksa agung atau pejabat yg ditunjuk sebagaimana yg disebutkan dalam PP," kata Herdiansyah saat dihubungi, Kamis (30/11/2023).
Dia juga menyebutkan bahwa beleid yang diterbitkan itu telah bertentangan dengan UU tentang Cukai. Herdiansyah mempersoalkan aturan sekelas PP bisa mengatur norma di atasnya yaitu UU.
Baca Juga
"Kalaupun mau diatur, mestinya UU nya yang diubah. Jadi ini seperti pisau puding dipakai untuk memotong daging," tambahnya.
Terlebih, kata Herdiansyah, hal ini berdampak positif pada penerimaan negara namun PP No.54/2023 ini bisa merusak sistem penegakan hukum di Indonesia.
"Mungkin ini sehat bagi penerimaan negara, tapi merusak sistem penegakan hukum kita, terutama kejahatan cukai dan perpajakan," pungkas Herdiansyah.
Sebagai informasi, penghentian penyidikan sebagaimana dimaksud hanya dilakukan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU No. 11/1995 tentang cukai, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.