Bisnis.com, JAKARTA – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan terus memantu kondisi ekonomi China yang terus melemah dan dampaknya terhadap perdagangan internasional Indonesia, khususnya ekspor.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Abdurohman mengungkapkan kondisi ini menjadi penting karena pangsa ekspor nonmigas utama Indonesia adalah China, sebesar 27,83% per Oktober 2023.
“China diperkirakan akan mengalami perlambatan dan ini perlu kita waspadai karena 20% ekspor kita ke China,” ujarnya dalam Indonesia Economic Outlook Seminar 2024 x Permata Bank, Selasa (21/11/2023).
Ekonomi China yang tumbuh melambat pada kuartal III/2023 sebesar 4,9% dibandingkan kuartal II/2023 yang mencapai 6,3% menjadi perhatian.
Abdurohman menjelaskan bahwa pelemahan tersebut sejalan dengan isu sektor properti China serta foreign direct investment (FDI) yang masuk ke Negeri Tirai Bambu ikut turun. Hal tersebut akibat Amerika Serikat (AS) menerapkan kebijakan pengetatan investasi chip di China.
“FDI yang masuk ke China menurun sangat tajam karena adanya chip X dikeluarkan AS,” ujarnya.
Baca Juga
Saat ini pun, kinerja ekspor Indonesia cukup terdampak dari pelemahan ekonomi China. Hal tersebut tercermin dari penurunan nilai ekspor RI pada Oktober 2023 sebesar 6,85% (year-on-year/yoy).
Meski demikian, Abdurohman menekankan bahwa ekonomi RI masih resilien di tengah perlambatan ekonomi global, khususnya China.
Permintaan domestik yang masih cukup kuat, tercermin dari konsumsi masyarakat dan investasi yang masing-masing tumbuh 5,06% dan 5,77% pada kuartal III/2023.
Di samping itu, pemerintah terus mengantisipasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun agar tetap di atas 5% meski pelemahan global terus berlanjut.
Salah satunya, dengan mendorong konsumsi masyarakat dengan memberikan bantuan pangan hingga insentif pajak sektor perumahan.