Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) meramal suku bunga Federal Reserve (The Fed) akan tetap tinggi hingga 2024 dan baru akan turun pada semester II/2024 dengan potensi penurunan sebesar 50 basis poin menjadi 5,25%.
Tetap tingginya suku bunga tersebut, kata Perry, merespons laju inflasi yang diperkirakan tetap tinggi pada 2024 di level 3,8%.
Sementara itu, Perry menilai suku bunga The Fed akan naik sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% pada akhir 2023.
“Karenanya suku bunga FFR [Fed Funds Rate] kami perkirakan masih bisa naik sekali lagi di akhir tahun ini menjadi 5,75% dari 5,5%,” katanya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (13/11/2023).
Sementara pada 2023, Perry memperkirakan inflasi global mencapai 5,1%, terutama dipicu oleh kenaikan harga energi dan pangan akibat ketegangan geopolitik, serta inflasi jasa dan keketatan tenaga kerja di negara maju.
Baca Juga
Di samping tingkat suku bunga the Fed, BI memperkirakan tingkat imbal hasil yield US Treasury juga akan tetap tinggi pada 2024, dengan perkiraan yang mencapai 4,87%, dari 5,16% pada 2023.
“Besarnya utang pemerintah AS karena untuk membiayai Covid-19 dan perang menyebabkan suku bunga obligasi pemerintahan AS atau yield US Treasury juga meningkat tajam,” jelasnya.
Tercatat, pada kuartal II/2023 yield US Treasury sebesar 3,84%, lalu naik menjadi 4,57% pada kuartal III/2023.
Seiring kenaikan yield US Treasury tersebut, Perry mengatakan terjadi pelarian modal dalam jumlah yang besar ke AS dan memicu indeks dolar meningkat dari 102,6 pada kuartal II/2023.
Indeks dolar menanjak ke level 103,3 paada kuartal III/2023 dan diperkirakan tetap tinggi di 107,0 pada akhir 2023.
"Fenomena-fenomena ini memerlukan upaya ekstra keras dari emerging markets, termasuk Indonesia untuk menjaga ketahanan ekonomi, khususnya dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar dan pasar keuangan, moneter, juga stabilitas sistem keuangan dan keseimbangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik," ungkap Perry.