Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kementerian BUMN Kaji Dua Opsi Merger Citilink dan Pelita Air

Kementerian BUMN masih mengkaji dua opsi merger antara Citilink dan Pelita Air yang masih dibahas dengan pihak terkait lainnya.
Ilustrasi maskapai parkir di bandara. /batam-airport.com
Ilustrasi maskapai parkir di bandara. /batam-airport.com

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih mengkaji dua opsi merger antara maskapai Citilink Indonesia dan Pelita Air.

Di sisi lain, rencana merger tersebut masih menunggu kemampuan Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dalam menyehatkan kondisi keuangannya.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan rencana merger Pelita Air dengan Citilink masih dalam tahap kajian dan terus dibahas oleh Kementerian BUMN serta pihak terkait lainnya.

Tiko menuturkan, hingga saat ini Kementerian BUMN mempertimbangkan dua opsi atau skema untuk penggabungan maskapai-maskapai pelat merah. Skema pertama, lisensi penerbangan reguler Pelita Air akan dialihkan ke Citilink yang merupakan anak usaha Garuda Indonesia.

Sementara itu, skema kedua adalah ketiga maskapai pelat merah tersebut akan diintegrasikan ke Holding BUMN Aviasi dan Pariwisata, yakni InJourney.

Meski demikian, Kementerian BUMN juga masih akan memantau kemampuan Garuda Indonesia dalam melakukan restrukturisasi keuangan sebelum mengambil keputusan terkait merger ini.

"Ini tergantung dari kemampuan Garuda untuk restrukturisasi, kita akan kaji sampai akhir tahun apakah Garuda sudah sehat akhir tahun ini," kata Tiko, dikutip Selasa (7/11/2023).

Tiko menjelaskan, saat ini kondisi kas Garuda Indonesia tercatat sudah mulai positif. Namun, dari sisi ekuitas Garuda Indonesia masih berada di zona merah atau negatif sehingga perlu dibenahi terlebih dahulu. 

Dia menjelaskan, peningkatan ekuitas perlu dilakukan untuk mempermudah perseroan dalam melakukan penambahan armada pesawat melalui sewa ke perusahaan penyewa pesawat (lessor). Meski demikian, dia menambahkan dari sisi operasi, kinerja Garuda Indonesia, Citilink, Garuda Maintenance Facility (GMF), hingga Aero Wisata sudah cenderung positif. 

“Itu (ekuitas negatif) sedang kita rapikan dulu, karena kalau negatif ekuitasnya akan sulit untuk dapat leasing (sewa) pesawat ke depan. Kalau pun tidak tahun ini (merger), kuartal I/2024 mungkin kita kerjakan," ujar Tiko.

Sebelumnya, Pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia  (Japri) Gerry Soejatman menjelaskan, masuknya maskapai-maskapai pelat merah menjadi subholding InJourney bukan merupakan rencana baru. Hal tersebut merupakan rencana awal sebelum munculnya wacana merger antara Citilink dan Pelita Air. 

Menurutnya, masuknya maskapai-maskapai BUMN ke dalam InJourney merupakan hal yang positif jika integrasi tersebut hanya di level bisnis. Menurutnya, koordinasi kegiatan bisnis antar BUMN untuk sektor pariwisata akan berdampak baik dalam pengembangan area-area destinasi baru. 

Di sisi lain, Gerry mengatakan proses integrasi ini akan berdampak negatif jika skema integrasi tersebut menjadikan maskapai-maskapai pelat merah sebagai “anak perusahaan” InJourney. 

Gerry menuturkan, sektor pasar non-wisata berpotensi tidak tergali dengan maksimal jika nantinya InJourney hanya memfokuskan ketiga maskapai BUMN itu di segmen wisata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper