Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APTI Ingin Capres Pemilu 2024 Peduli Nasib Produk Tembakau

APTI berharap capres dalam Pemilu 2024 bisa pro terhadap petani tembakau.
Petani mengangkat tembakau yang telah dijemur di Desa Banyuresmi, Sukasari, Kabupaten Sumedang, Senin (20/6/2022). Bisnis/Rachman
Petani mengangkat tembakau yang telah dijemur di Desa Banyuresmi, Sukasari, Kabupaten Sumedang, Senin (20/6/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Petani dan buruh industri tembakau berharap calon presiden yang bertarung dalam Pemilu 2024 bisa lebih memihak soal permasalahan tembakau.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji mengatakan sebanyak enam juta kalangan petani tembakau bakal mendukung capres yang pro petani tembakau.

"Siapa pun yang berani mencabut pasal zat adiktif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah [RPP] tentang UU Kesehatan adalah pihak yang peduli nasib warga industri tembakau," katanya dalam siaran pers, Senin (6/11/2023).

Dia menilai tanpa keberpihakan, nasib petani tembakau di Indonesia yang berjumlah enam juta jiwa tersebar di 15 provinsi, akan makin terpuruk.

Agus menyebut masa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak ada keberpihakan kepada petani tembakau. Salah satu buktinya adalah adanya kenaikan cukai rokok tiap tahun yang berimbas terhadap melemahnya pembelian tembakau lokal.

Selain itu, yang menjadi catatan dari APTI adalah Perpres No. 18/2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2020-2024. Isinya, tak satu pun pasal yang melindungi keanekaragaman budidaya tembakau di tingkat petani.

Secara terpisah, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai bahwa saat ini memang tidak ada aturan yang cenderung berpihak kepada petani tembakau.

"Padahal, bicara tembakau itu tidak hanya soal rokok. Kan bisa dikembangkan untuk produk lain, atau diekspor ke luar negeri, seperti Afrika atau negara lain," ujar Trubus.

Dia menyoroti soal Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan UU Kesehatan terkait Pengamanan Zat Adiktif, yang masih dibahas. Beleid tersebut dinilai memuat banyak larangan soal pengaturan produk tembakau.

Sebut saja pasal mengenai pelarangan iklan dan promosi produk tembakau. Atau, pasal yang mengharuskan setiap bungkus rokok berisi minimal 20 batang.

Guru Besar Universitas Airlangga (Unair), Hotman Siahaan berpendapat menyebut kebijakan mengerek cukai rokok 11,6 persen pada 2023 jelas merugikan IHT dan petani tembakau. Padahal, sektor industri ini adalah padat karya, khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT).

"Padahal, jika perekonomian daerah penghasil tembakau itu bagus, akan menopang perekonomian provinsi dan nasional," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper