Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2023 tetap baik dan berdaya tahan di tengah risiko atau gejolak global yang meningkat.
Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta Arlyana Abubakar menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2023 akan ditopang terutama oleh konsumsi swasta.
“Termasuk konsumsi dari generasi muda yang meningkat, sejalan dengan peningkatan konsumsi di sektor jasa,” katanya dalam Jakarta Economic Forum 2023 Policy Discussion, Selasa (31/10/2023).
Arlyana mengatakan perkiraan tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tetap tinggi hingga September 2023, yaitu sebesar 121,7.
“Dengan perkembangan tersebut, perkembangan ekonomi di 2023 diperkirakan berada pada kisaran 4,5-5,3%,” jelasnya.
Di sisi lain, Arlyana mengatakan bahwa perekonomian dunia masih menghadapi tantangan tingginya ketidakpastian. Perekonomian global diperkirakan melambat pada tahun ini yang disertai dengan divergensi pertumbuhan antar negara yang melebar.
Baca Juga
Dia menjelaskan, di satu sisi, ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa diperkirakan lebih baik yang didorong oleh konsumsi domestik dan sektor jasa, sementara perekonomian China diperkirakan tertahan akibat melambatnya konsumsi dan kinerja sektor properti.
Selain itu, meningkatnya ketegangan geopolitik turut mendorong peningkatan harga energi dan komoditas pangan, sehingga memicu inflasi global tetap tinggi.
Oleh karenanya, untuk mengendalikan inflasi yang tinggi, suku bunga kebijakan moneter negara maju, termasuk the Fed diperkirakan tetap bertahan tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
Kondisi ini kemudian menyebabkan terjadinya pembalikan arus modal dari negara emerging markets ke negara maju dan ke aset yang lebih likuid.
“Ini juga salah satu yang mendorong penguatan dolar AS terhadap berbagai mata uang di dunia,” katanya.
Arlyana menambahkan BI ke depan akan terus mencermati sejumlah risiko yang akan menimbulkan tekanan terhadap inflasi, termasuk dampak dari kenaikan harga energi dan pangan global, serta tekanan depresiasi rupiah terhadap imported inflation.