Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah bakal memperpanjang kontrak tambang PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) dengan menyetujui konversi kontrak lama menjadi izin usaha pertambangan khusus atau IUPK. Perpanjangan akan diberikan setelah perseroan menuntaskan kewajiban sisa divestasi saham kepada pihak Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa proses divestasi saham INCO tinggal menunggu finalisasi di Kementerian BUMN. Dia menjelaskan bahwa kewenangan Kementerian ESDM hanya sebatas terkait perpanjangan izin konsesi tambang, sementara persoalan divestasi saham menjadi kewenangan Kementerian BUMN yang dibawahi Menteri BUMN Erick Thohir.
"Tinggal finalisasi dengan BUMN, kalau dari Kementerian ESDM sudah tidak masalah. [Perpanjangan izin] kalau sudah beres semua ini [divestasi]," ujar Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Lewat dokumen rencana pengembangan seluruh wilayah (RPSW) yang disetujui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada 10 April 2023 lalu, otoritas energi dan sumber daya mineral diketahui mengajukan kemungkinan penciutan sebagian blok milik INCO.
“Kalau diciutkan itu kan dia sudah ciutin banyak dari dulu dari 2 juta hektare tinggal berapa sekarang ini kan,“ kata Arifin.
Saat ini, kata Arifin, sebagian besar blok konsesi yang dipegang INCO juga menjadi bagian dari kepemilikan holding tambang pelat merah, MIND ID.
Baca Juga
Saat ini, mayoritas saham INCO dipegang oleh Vale Canada Limited (VCL) dengan porsi mencapai 44,3 persen. Adapun, VCL dimiliki 100 persen oleh Vale S.A. Sisanya, kepemilikan INCO dipegang oleh MIND ID sebesar 20 persen, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. (SMM) 15 persen, dan publik 20,7 persen.
Lewat beberapa kali negosiasi divestasi saham, INCO bersedia melepas 14 persen sahamnya kepada MIND ID, dengan tetap memegang kendali atas operasi dan finansial. VCL berkomitmen melepas 10,5 persen sahamnya sehingga kepemilikan di INCO menjadi 33,29 persen.
Selanjutnya, SMM siap melepas 3,5 persen porsi sahamnya sehingga kepemilikannya menjadi 11,53 persen. Dengan pelepasan sebagian saham dua entitas asing itu, MIND ID bakal memegang saham mayoritas INCO menjadi 34 persen.
“Kita mau ciutin punya MIND ID? Ini mau dikasih siapa iya kan,” kata Arifin.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia memastikan pemerintah memperpanjang kontrak tambang INCO dengan menyetujui konversi kontrak lama menjadi IUPK.
“Vale [kontraknya] diperpanjang tapi dengan persyaratan,” kata Bahlil saat ditemui di Jakarta, Rabu (25/10/2023).
Beberapa persyaratan itu di antaranya dengan kewajiban sisa divestasi kepada Holding BUMN tambang MIND ID, serta penciutan lahan atau relinquishment sebagian blok konsesi yang dianggap tidak dikembangkan INCO selama masa konsesi.
MIND ID sebelumnya meminta pemerintah untuk mengkaji kembali rencana pengembangan wilayah INCO, termasuk penciutan sebagian konsesi tembang seluas 118.435 hektare.
Alasannya, INCO dinilai gagal memenuhi kewajiban investasi untuk proyek Sorowako, Pomalaa, dan Bahodopi yang tertuang dalam kontrak karya (KK) hasil amandemen 17 Oktober 2014.
Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengungkapkan bahwa INCO belakangan terbukti gagal memenuhi kewajiban investasi yang menjadi bagian dari kewajiban KK yang bakal berakhir Desember 2025. Hendi mencontohkan, komitmen untuk meningkatkan produksi nickel matte 25 persen pada Proyek Sorowako dari rata-rata produksi aktual 2009-2013 belum terlaksana hingga saat ini.
Lewat KK amandemen 2014, INCO saat itu berkomitmen untuk berinvestasi pada pembangunan kapasitas dryer & klin untuk meningkatkan rata-rata produksi pada blok tersebut. Hanya saja belakangan, lewat pengajuan perpanjangan menjadi IUPK, INCO mengganti komitmen itu menjadi pembangunan pabrik high pressure acid leaching (HPAL) kapasitas produksi kurang lebih 60.000 mixed hydroxide precipitate (MHP).
“Vale mengajukan usulan substitusi dari kewajiban berupa tambang nikel ke HPAL di Sorowako, jadi tidak mengembangkan RKEF lagi tapi substitusi menjadi HPAL, nah ini masih dalam tahapan studi persiapan, ini harus dicatat karena ini terkait dengan syarat dalam KK yang harus diikuti,” kata Hendi saat RDP dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2023).