Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan perseroan kemungkinan bakal memangkas 40% kapasitas produksi pada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2024 seiring dengan tenggat relaksasi ekspor konsentrat yang diputus pada Mei 2024.
Konsekuensinya, penerimaan negara bisa susut sekitar 50% akibat penyesuaian rencana kerja tahun depan tersebut.
Tony mengatakan kemungkinan penyesuaian itu mesti diambil lantaran izin relaksasi ekspor konstrat tembaga yang diberikan pemerintah hanya sampai Mei 2024. Sementara, kemampuan produksi penuh dari smelter Manyar di Gresik, Jawa Timur nantinya baru bisa dicapai pada Desember 2024.
“Kalau peraturannya kemudian melarang ya sayang saja bahwa di RKAB kami 2024 ini kami terpaksa harus mengurangi sekitar 40% dari produksi, penerimaan negara juga berkurang sekitar 50% itu kan cukup besar,” kata Tony, Selasa (24/10/2023).
Tony mengatakan perseroan terus berkoordinasi dengan pemerintah ihwal kemungkinan relaksasi tambahan hingga Desember 2024 nanti. Dengan demikian, rencana produksi masih bisa ditetapkan progresif seiring dengan peningkatan jumlah tambang di sisi hulu pada tambang bawah tanah, Grasberg, Papua saat ini.
Lewat tiga blok tambang yang saat ini beroperasi di kawasan Grasberg, kapasitas produksi tahunan PTFI mencapai di angka sekitar 1,6 miliar pound tembaga dan 1,6 juta ounce emas.
Baca Juga
“Kita bicara terus dengan pemerintah, kita sedang berdiskusi terus,” kata dia.
Di sisi lain, Freeport juga tengah berdiskusi dengan pemerintah ihwal keabsahan aturan bea keluar konsentrat terbaru yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar yang diterbitkan Juli 2023, PTFI akan dikenakan bea keluar untuk konsentrat tembaga sebesar 7,5%.
Freeport terus berdiskusi dengan pemerintah Indonesia mengenai penerapan revisi peraturan bea keluar tersebut karena adanya ketidaksesuaian dengan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PTFI. Freeport menyatakan, sesuai ketentuan IUPK yang disepakati pada 2018, bea keluar konsentrat seharusnya tidak lagi dikenakan setelah progres smelter PTFI mencapai lebih dari 50%.
Atas pemberlakuan kebijakan baru tersebut, berdasarkan laporan FCX, PTFI telah menyetor bea keluar kosentrat tembaga sebesar US$147 juta setara dengan Rp2,33 triliun selama triwulan ketiga tahun ini.
Sebelumnya, pemerintah masih mengkaji permohonan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga dan lumpur anoda dari PT Freeport Indonesia (PTFI) selepas Mei 2024.
“Ya kita lihat saja [arahnya ke mana], nanti akan ada pembahasan kajian, komunikasi dengan Kementerian Keuangan dan lain-lain ini masih proses,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (23/10/2023).
Kendati demikian, Dadan menuturkan, kementeriannya menaruh perhatian pada rencana investasi Freeport yang terbilang besar saat ini untuk kawasan tambang Grasberg, Papua dan kawasan penghiliran lebih lanjut di Gresik, Jawa Timur.