Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dejavu Isu Beras Plastik Beracun

Isu masuknya beras plastik ke Indonesia sudah terjadi berulang kali, yang terbaru terjadi pada pertengahan Oktober 2023.
Ilustrasi beras
Ilustrasi beras

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia kembali digegerkan oleh isu masuknya Beras Plastik beracun yang diimpor dari China. Bak Dejavu, isu ini sebelumnya juga sempat menggemparkan masyarakat pada 2015 lalu.

Isu masuknya beras plastik ke Indonesia memang sudah terjadi berulang kali, yang terbaru terjadi pada pertengahan Oktober 2023. Penyebaran kabar beras plastik beracun ini berawal dari video viral bernarasi beras sintetis tersebar di Bukittingi, Sumatra Barat. Salah seorang warga mengaku sakit usai mengonsumsi beras yang diduga sintetis tersebut.

Mencuatnya isu beras plastik ini terjadi di tengah rencana pemerintah melalui Perum Bulog membuka opsi impor 1,5 juta ton dari China. Adapun, opsi impor beras terbuka sebagai respons dari dampak penurunan produksi akibat fenomena El Nino.

Rencana impor beras akan dilakukan pada akhir 2023 untuk menjaga stabilitas cadangan beras di level aman. Namun, rencana impor beras dari China masih memasuki tahap penjajakan.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) sekaligus Plt. Menteri Pertanian, Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya pada Selasa (9/10/2023) menegaskan bahwa isu beras sintetis rentan diembuskan di tengah upaya pemerintah melakukan stabilisasi pasokan dan harga beras dengan menggencarkan Gerakan Pangan Murah (GPM), bantuan pangan beras dan operasi pasar Bulog.

Untuk itu, selain melakukan tindakan pengujian ilmiah terhadap sampel beras melalui Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) di bawah Bapanas, Arief juga meminta satgas pangan untuk melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang terbukti menyebarkan berita hoaks mengenai beras sintetis ini.

Kasus Beras Plastik 2015

Isu beredarnya beras plastik hingga meresahkan masyarakat sebelumnya pernah terjadi pada 2015. Saat itu, Polri terjun langsung untuk menangani kasus tersebut. Buwas yang saat itu masih menjabat sebagai Kabareskrim Polri turut menangani kasus dugaan beras plastik.

Kasus tersebut berawal dari adanya laporan dari warga Bekasi yang melaporkan temuan beras plastik ke Kepolisian Resor Kota Bekasi. Saat dimasak beras memiliki keanehan seperti ada bau plastik dan membutuhkan waktu lebih dari dua jam untuk memasaknya.

Untuk menindaklanjuti laporan tersebut, Polri mengirimkan sampel beras yang diduga mengandung bahan plastik ke laboratorium Puslabfor Polri, BPOM, dan Kemendag. Hasilnya, beras tersebut dinyatakan negatif mengandung plastik.

Namun, uji laboratorium yang dilakukan PT Sucofindo ternyata memiliki hasil yang berbeda. Berdasarkan uji laboratorium PT Sucofindo beras tersebut mengadung bahan kimia berbahaya. Antara lain Benzyl butyl phthalate (BBP), Bis(2-ethylhexyl) phthalate atau DEHP, dan diisononyl phthalate (DIN).

Polri kemudian mengirimkan sampel beras untuk diuji kembali di laboratorium milik Universitas Indonesia dan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Polri akhirnya mengumumkan menutup kasus dugaan beras plastik pada 2 November 2015,. Kala itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Mujiyono, mengatakan setelah memeriksa sekitar 30 saksi, sejumlah ahli, pemeriksaan sampel beras ternyata tidak ditemukan adanya unsur plastik.

Bantahan Bulog

Penyebaran kabar beras plastik asal china membuat Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso meradang. Dia menyangkal kabar masuknya beras plastik dari China ke Indonesia. Apalagi, pihaknya mengaku belum sama sekali mengimpor beras dari China.

"Karena beras dari China itu belum saya datangkan. Mana mungkin ada berita yang mengatakan beras China beracun. Beras sama plastik itu mahal plastik, jadi enggak masuk akal," kata Buwas, Kamis (12/10/2023) lalu.

Di samping itu, Buwas menegaskan bahwa beras impor yang didatangkan untuk kebutuhan stabilisasi paskan dan harga pangan (SPHP) dipastikan memiliki kualitas premium.

Buwas yang merupakan mantan Kabareskrim itu pun menegaskan bahwa beras impor dari negara asing yang masuk ke gudang Bulog sudah melalui beberapa kali proses pemeriksaan. Sebelum dimuat ke kapal di negara asal terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh Surveyor Independent kemudian setelah sampai di Indonesia dilakukan pemeriksaan lagi oleh Badan Karantina Indonesia.

"Jadi yang ada di gudang-gudang Bulog sudah sangat dipastikan aman semuanya," tuturnya.

Dia menyebut informasi yang dianggap hoaks soal beras sintetis itu sebagai upaya kelompok tertentu yang ingin mendiskredit pemerintah lewat pangan. Bahkan, tuduhan terhadap beras Bulog menimbulkan kekhawatiran bagi penerima beras bantuan pangan dari Bulog.

"Kasihan saudara-saudara kita yang tidak mampu yang membutuhkan beras hari ini gara-gara berita itu jadi semua gelisah," ucapnya.

Agar kejadian serupa tidak terjadi berulang kali, Perum Bulog pun meminta Satgas Pangan menindaklanjuti secara hukum soal video viral yang beredar terkait impor beras plastik asal China yang beracun. Buwas meminta aparat penegak hukum mempidanakan penyebar informasi bhong tersebut.

"Nah, ini pelanggaran hukum, kejahatan, seperti ini jangan hanya selesai minta maaf, harus ada tindak lanjut secara hukum," kata Buwas seperti dilansir dari Antara, Jumat (13/10/2023).

Buwas memastikan, semua informasi tersebut sama sekali tidak benar apalagi sampai dikatakan beras-beras yang disalurkan mengandung zat yang tidak layak dikonsumsi masyarakat. Hal ini dianggap Buwas menjadi tuduhan serius terhadap pemerintah yang berjuang untuk rakyat, maka siapapun yang melakukan penyebaran informasi bohong harus bertanggungjawab. 

Penjelasan Pakar

Wakil Ketua Halal Center Universitas Gadjah Mada (UGM), Nanung Danar Dono, memberikan penjelasan terkaid beras plastik. Dia menyatakan pemberitaan dan video tentang beras palsu yang terbuat dari plastik adalah informasi bohong alias hoax.

Menurut Nanung, jika hal itu sebagai informasi benar, maka saat beras dari plastik dikukus mustahil bisa mengembang atau berubah wujud menjadi nasi.

Menurutnya, polimer plastik saat dipanaskan atau dikukus hanya akan berubah jadi plastik panas. Bahkan, jika terlalu panas ia akan mengkerut atau mengkeret, bukan malah mengembang.

“Begitu pula dengan beras plastik komersial. Jika memang benar ada, maka saat dipanaskan ia hanya akan berubah menjadi beras plastik panas, bukan berubah menjadi nasi,” kata Nanung dikutip dari laman resmi UGM, Rabu (11/10/2023).

Nanung menyampaikan jika ada orang yang membuat video menggenggam nasi lantas dibentuk bola padat lalu bisa memantul saat dilempar, maka hal itu bukan berarti mengindikasikan nasi tersebut terbuat dari plastik. Namun, nasi tersebut mengindikasikan memiliki kandungan non-starch polysaccharides (NSP) atau karbohidrat non-patinya tinggi.

Terutama pada kandungan amilopektin dan amilosa. Contoh jenis beras yang memiliki kandungan amilopektin dan amilosa tinggi adalah beras ketan atau glutten rice atau stiky rice.

“Itulah sebabnya mengapa lemper itu saat digigit sangat liat berbeda dengan arem-arem yang terbuat dari beras biasa,” jelasnya.

Penjelasan terkait beras plastik juga disampaikan Pakar Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Slamet Budijanto. Dia mengatakan bahwa yang diklaim selama ini sebagai beras plastik itu adalah hoaks. Bahkan, kalaupun benar beras plastik ada, itu tidak masuk akal.

“Sebagai peneliti, saya bisa memastikan bahwa yang diklaim sebagai beras plastik itu hoaks. Itu adalah butiran/biji plastik, bukan beras,” kata Slamet dikutip dari laman resmi IPB, Kamis (12/10/2023).

Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University itu menegaskan, semestinya istilah beras plastik itu tidak ada. Yang selama ini ada adalah biji plastik, bentuknya bisa bermacam-macam, termasuk bisa menyerupai beras.

“Yang viral itu sebenarnya biji plastik, tapi dikasih nama beras plastik. Jadi itu bukan beras,” ujarnya.

Menurut dia, kalaupun ada yang membuat produk beras dari plastik, hal itu tidak masuk akal. Sebab, untuk membuat biji plastik membutuhkan biaya produksi yang jauh lebih mahal dari harga jual beras saat ini. 

Dia menyebut, harga satu kilogram biji plastik dari hasil daur ulang (recycle) saja sudah mencapai Rp20.000. Lebih mahal dibanding beras premium sekalipun yang saat ini kisaran harganya Rp 15.000.

“Anda bayangkan, beras premium saja paling Rp12.000 sampai Rp15.000. Kalau hasil plastik recycle itu kemudian dibentuk seperti beras, kalau mau untung, mau dijual berapa? Ini jelas tidak masuk akal,” jelasnya.

Pada beberapa kasus, dalam pembuatan beras analog menggunakan gliceryn monostearat (GMS) yang merupakan produk turunan sawit. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai ‘plasticizer’ yang berfungsi supaya tidak lengket dan lebih kompak produk beras analognya.

“Bisa jadi istilah ini yang disalahartikan sebagai plastik. Jika iya, persepsi yang salah ini harus diluruskan,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper