Bisnis.com, JAKARTA - Survei menunjukan bahwa China hampir mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen walaupun sedang menghadapi krisis properti yang dapat meningkatkan risiko gagalnya pencapaian target tersebut.
Perkiraan median dalam survei Bloomberg terhadap 78 ekonom menunjukan bahwa perekonomian diproyeksikan tumbuh sebesar 5 persen pada 2023. Data tersebut menurun 10 basis poin (bps) dari survei sebelumnya, dan menyebutkan bahwa properti menjadi tantangan terbesar bagi China.
“Sektor real estat akan terus berada di bawah tekanan yang meningkat” jelas Analis di perusahaan investasi yang berbasis di Hong Kong, Poseidon Partner, meskipun pemerintah baru-baru ini berupaya mendukung properti, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (27/9/2023).
Survei dari para ekonom juga bertepatan dengan penelitian baru dari Bloomberg Economics yang menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen masih mungkin dicapai, walaupun bukan sebuah kepastian.
Kemudian, dari survei tersebut diperkirakan kemungkinan terjadinya perlambatan atau pencapaian di bawah target (undershoot) sebesar 18 persen.
Ekonom Chang Shu dan Andrej Sokol dalam laporannya pada Selasa (26/9) mengatakan bahwa hambatan dari lesunya sektor properti, rapuhnya sentimen dan meluasnya tekanan utang di sektor korporasi dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Mereka juga memperkirakan bahwa produk domestik bruto (PDB) akan meningkat 5,4 persen tahun ini.
Baca Juga
Di lain sisi, HSBC Holdings Plc, Morgan Stanley dan Citigroup Inc., sudah memproyeksi bahwa pertumbuhan China pada 2023 berada di bawah 5 persen. Sedangkan HSBC memangkas perkiraannya pada minggu ini menjadi 4,9 persen, dari yang sebelumnya 5,3 persen.
Sebagai catatan, data dari Agustus 2023 menunjukan penurunan ekspor yang melandai, survei resmi aktivitas manufaktur mendekati garis yang menunjukan ekspansi dan kredit tumbuh lebih dari perkiraan, yang mungkin menunjukkan stabilitas permintaan kredit perumahan, saat otoritas bekerja untuk memperkuat pasar real estat.
Kemudian, Menurut data Bloomberg Economics, data-data tersebut telah meningkatkan kemungkinan bahwa China mencapai target pertumbuhan ekonomi dari 68 persen pada Juli 2023 menjadi lebih dari 75 persen pada Agustus 2023.
Namun, ketidakpastian juga masih ada terutama jika menyangkut dengan pasar perumahan. Data penjualan rumah menunjukkan bahwa reli perumahan di kota-kota terbesar negara tersebut telah kehilangan momentumnya.
Dari survei terpisah, para ekonom menilai bahwa krisis properti sejauh ini menjadi tantangan terbesar bagi China. Sebanyak 17 dari 21 ekonom yang disurvei Bloomberg menyebut real estat sebagai isu utama. Tiga responden kemudian menyebutkan perlambatan ekonomi, dan responden lainnya menyebutkan krisis kepercayaan dalam negeri.
Kemudian, ketika ditanya mengenai merosotnya penjualan rumah yang sedang berlangsung, 15 dari 21 ekonom dalam survei mengatakan bahwa mereka berpendapat pembelian rumah akan terus menurun, setidaknya hingga awal 2024.
Mantan penasihat bank sentral China (PBOC), Li Daokui, berpendapat bahwa pasar properti bisa memakan waktu hingga satu tahun untuk pulih. Ia juga mendesak China untuk berbuat lebih banyak, untuk mendorong pemberian pinjaman kepada para pengembang untuk menghentikan meluasnya kegagalan pembayaran.
"Tekanan dari sektor properti belum sepenuhnya mereda, sementara ketidakstabilan eksternal akan berlanjut untuk beberapa waktu,” jelas ekonom HSBC, termasuk Jing Liu.
Menurut ekonom HSBC, untuk mencegah memperburuk ketidakseimbangan struktural, para pembuat kebijakan sedang menghindari kebijakan yang bersifat ‘terburu-buru’.
Meskipun demikian, mereka berpendapat bahwa langkah-langkah dukungan fiskal dan moneter terus dilaksanakan, namun mungkin memerlukan waktu untuk memberikan dampak yang lebih besar.