Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) memandang langkah pemerintah melarang TikTok jualan online sudah tepat.
Sekretaris Jenderal Akumindo, Edy Misero menyebut TikTok bukan satu-satunya platform digital bagi UMKM untuk memasarkan produknya.
"Kalau TikTok sebagai pasarnya ditutup, cari pasar lain. Ada e-commerce lain," ujar Edy saat dihubungi, Selasa (26/9/2023).
Kendati demikian, Edy menegaskan bahwa akar persoalan utama adalah banjirnya produk impor yang dijual murah di TikTok Shop telah menggerus produk dan usaha UMKM. Pemerintah seharusnya lebih ketat mengawasi peredaran produk impor yang masuk dan diperjualkan di platform digital.
Misalnya, mengenakan aturan pajak dan tarif bea masuk terhadap produk impor. Dengan begitu, produk lokal dapat memiliki kesempatan untuk bersaing.
"Jadi masalahnya itu bukan teknologinya [TikTok Shop], tapi masalahnya barang yang dijual itu ada barang impor yang murah," katanya.
Baca Juga
Menurutnya, tidak ada salahnya pemerintah mengembalikan fungsi TikTok sebagai media sosial yang hanya bisa mempromosikan produk, bukan menjual produk layaknya e-commerce. Selain itu, aturan larangan penjualan produk impor dengan harga di bawah US$100 per unit di e-commerce dalam revisi Permendag No. 50/2020 juga dianggap sebagai keberpihakan pemerintah terhadap produk UMKM.
Hanya saja, di sisi lain UMKM juga didorong untuk meningkatkan kualitas produk dan kapasitas produksinya untuk memenuhi permintaan konsumen.
"Pelaku UMKM harus bergegas, siap-siap nih. Kalau pasar sudah ada, tapi pelaku UMKM leha-leha, ya keliru," katanya.
Selain itu, Edy menyebut secara nasional baru sekitar 25 persen UMKM yang telah onboarding digital dari total 65 juta UMKM. Dari 25 persen itu, kata dia tidak seluruhnya masuk dalam ekosistem TikTok, tapi menyebar ke berbagai platform e-commerce.
Dia mengakui, cara belanja konsumen telah beralih ke digital. Apalagi pasca-pandemi Covid-19 saat semuanya serba online. Oleh karena itu, UMKM, kata Edy, harus menerima perubahan tersebut dan beradaptasi mengikuti perkembangan teknologi.
"Perlu didorong agar UMKM untuk masuk ke ekosistem digital," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah menyiapkan aturan perdagangan digital lewat revisi Permendag No. 50/2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Sejumlah aturan yang ditetapkan dalam beleid itu antara lain, melarang perdagangan produk impor langsung (cross border) dengan harga kurang dari US$100 (sekitar 1,5 juta) per unit di e-commerce, larangan e-commerce merangkap sebagai produsen, standarisasi dan perizinan produk impor, serta daftar produk yang diizinkan untuk diimpor (positive list).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Istana Kepresidenan kemarin, juga membeberkan bahwa dalam revisi Permendag No.50/2020 bakal mengatur platform social commerce termasuk TikTok Shop hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa, tapi tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi secara langsung.
Selain itu, media sosial dan social commerce akan menjadi platform yang terpisah. Hal itu, dilakukan agar algoritma yang dihasilkan tidak dikuasai oleh salah satu platform serta mencegah [penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis.
"Sudah disepakati, besok, pulang ini revisi Permendag No. 50/2020 akan kami tandatangani. Ini sudah dibahas berbulan-bulan dengan Presiden," kata Zulhas.