Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta keadilan kepada Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Anthony Guterres bagi negara-negara berkembang di Asean dalam hak untuk maju dan sejahtera.
Hal tersebut Jokowi sampaikan saat membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean-PBB ke-13 di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (7/9/2023).
“Mari bersama kita usung agenda pembangunan yang lebih adil bagi negara berkembang termasuk hak untuk maju dan hak untuk sejahtera,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki target menjadi negara maju pada saat usia RI mencapai 100 tahun atau pada 2045.
Pemerintah terus mendorong perekonomian Indonesia untuk membawa Tanah Air keluar dari middle income trap atau jebakan negara kelas menengah yang sudah terjadi selama 30 tahun terakhir.
Baru-baru ini, Bank Dunia atau World Bank merilis data terbaru bahwa Indonesia naik kelas dari negara berpendapatan menengah ke bawah (lower-middle income) menjadi negara berpendapatan menengah atas atau upper-middle income country.
Baca Juga
Bank Dunia (World Bank) meresmikan Indonesia masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah atas dengan gross national income (GNI) atau produk domestik bruto (PDB) per kapita mencapai US$4.580.
Sementara dalam klasifikasi Bank Dunia, suatu negara tergolong dalam kategori berpendapatan menengah atas jika memiliki PDB per kapita mulai dari rentang US$4.466 hingga US$13.845.
Artinya, Indonesia perlu mengerek PDB per kapita setidaknya tiga kali lipat dari kondisi saat ini untuk dapat menjadi negara maju.
Seperti halnya hilirisasi yang diyakini Jokowi dapat menjadi peluang yang dapat membawa Indonesia menjadi negara maju di masa mendatang.
Dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2023 lalu, Jokowi Jokowi menekankan bahwa Indonesia tidak boleh menjadi bangsa pemalas yang hanya menjual kekayaan sumber daya alamnya (SDA) dalam bentuk bahan mentah. Bangsa Indonesia harus dapat mengolah lebih lanjut kekayaan alam tersebut untuk memberikan nilai tambah dalam negeri.
"Saya ingin tegaskan Indonesia tidak boleh seperti itu. Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah dan menyejahterakan rakyatnya. Dan ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi," ujarnya.
Meski demikian, Indonesia mendapat jegalan saat mendorong hilirisasi nikel karena digugat oleh Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organizatioin/WTO).
Di sisi lain, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa negara-negara Eropa, tidak pernah merasa ikhlas jika negara berkembang seperti Indonesia tumbuh menjadi negara maju.
Bahlil pun melaporkan hal tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendapatkan arahan.
“Apa kata dia [Presiden Jokowi]? Mas Bahlil negara ini sudah merdeka, Mas Bahlil kan tahu negara kita beda dengan Malaysia dan Singapura. Mereka itu kemerdekaan yang diberikan tapi Indonesia kemerdekaan yang diperjuangkan, kemerdekaan yang banyak mengorbankan nyawa dan harta,” ungkapnya dalam Rakernas Hipmi ke-XVIII di ICE BSD City, Kamis (31/8/2023).
Berdasarkan cerita Bahlil, Jokowi menekankan bahwa tidak boleh ada negara lain yang mengintervensi keputusan Indonesia dalam menerapkan larangan ekspor nikel sebagai upaya hilirisasi.