Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan, usulan penghapusan BBM Pertalite dan menggantinya dengan Pertamax Green 92 perlu memperhatikan daya beli masyarakat.
Pasalnya, kata Satya, BBM jenis Pertalite (RON 92) merupakan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) yang mendapat kompensasi atas selisih harga jual yang ditetapkan pemerintah dengan harga jual keekonomiannya.
"Meski dalam Perpres belum eksplisit, tapi JBKP yang dahulunya diberikan pada Premium sudah dialihkan pada Pertalite. Pertalite tidak dalam posisi disubsidi, tapi dikompensasi," kata Satya dalam acara Energy Corner CNBC, Selasa (5/9/2023).
Satya menyebut bahwa rencana penggantian Pertalite dengan Pertamax Green 92 dapat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Oleh karena itu, penggantian Pertamax Green 92 perlu memperhitungkan besaran subsidi yang akan disalurkan agar daya beli masyarakat bisa terjangkau.
Namun demikian, Satya melihat penggantian Pertalite menjadi Pertamax Green 92 sudah sejalan dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Sebab, nantinya BBM yang beredar di masyarakat sudah memenuhi standar Euro IV atau minimal RON 91.
Dengan begitu, dirinya berharap penggunaan Pertamax Green 92 nantinya dapat membantu meningkatkan kualitas lingkungan karena emisi karbon yang dikeluarkannya tidak terlalu banyak.
Baca Juga
"Jadi kalau kita murni memikirkan isu lingkungan, dorongan untuk menuju RON yang lebih tinggi itu sesuai dengan yang ada di dalam RUEN kita," ucapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, PT Pertamina (Persero) tengah mengkaji penghapusan produk BBM dengan oktan paling rendah RON 90 atau Pertalite pada tahun depan. Kebijakan itu seiring dengan komitmen perusahaan migas pelat merah itu untuk menekan gas buang dari bahan bakar kendaraan.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, perseroan ingin menaikkan angka oktan dari Pertalite saat ini menjadi RON 92 lewat pencampuran dengan etanol 7 persen (E7) mulai tahun depan.
“Ini kita lanjutkan sesuai dengan rencana Program Langit Biru tahap dua, di mana BBM subsidi kita naikkan dari RON 90 ke RON 92. Karena aturan KLHK itu menyatakan oktan number yang boleh dijual di Indonesia itu minimal 91,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2023).
Namun, Nicke menyatakan kajian yang dinamakan Program Langit Biru Tahap 2 tersebut masih dilakukan secara internal dan belum diputuskan.
“Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apapun dari pemerintah. Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut,” ujarnya.