Bisnis.com, JAKARTA - ChatGPT, perusahaan teknologi dari OpenAI, yang digadang-gadang menjadi penantang Google kini justru terancam bangkrut.
Mengutip pemberitaan Analytics India Magazine, Sabtu (26/8/2023) OpenAI mungkin bangkrut pada 2024, lantaran merugikan perusahaan sebesar US$700 ribu perharinya atau sekitar Rp10 miliar hanya untuk menjaga operasional tetap berjalan.
Bahkan, Biaya tersebut kemudian juga belum termasuk dengan produk AI lainnya meliputi GPT-4 dan DALL-E2.
"Semua ini mengalir ke kantong Microsoft dan investor baru lainnya, yang pada akhirnya mungkin akan menguras kantong mereka (OpenAI) jika tidak segera menghasilkan keuntungan," jelas laporan dari Analytics India Magazine.
Jumlah Pengguna Anjlok
Penurunan pengguna situs web ChatGPT dimulai dari Juni 2023, jika dibandingkan pada bulan sebelumnya atau month-to-month (mtm).
Baca Juga
Penurunan tersebut diperkirakan terjadi karena jumlah siswa yang putus sekolah. Namun, di sisi lain penurunan bisa terjadi sejak perusahaan merilis API ChatGPT untuk pengguna, sehingga orang-orang mulai membuat bot sendiri.
Penurunan tersebut terus berlanjut pada akhir bulan Juli 2023. Dibandingkan dengan 1,7 miliar pengguna pada Juni 2023, di bulan Juli 2023 ChatGPT mengalami penurunan sebesar 12 persen (month-to-month/mtm) dengan 1,5 miliar pengguna. Data tersebut belum termasuk penggunaan API.
Tak hanya itu, terdapat tanggapan juga bahwa alasan utama ini adalah kanibalisasi API, yakni sebagian besar perusahaan melarang karyawan bekerja dengan menggunakan ChatGPT, namun mengizinkan menggunakan API.
Model LLM Open Source
Tak hanya mengenai penurunan, terdapat spekulasi bahwa muncul model LLM open source bisa menjadi alasan. Llama 2 dari Meta yang bekerja sama dengan Microsoft, memungkinkan orang menggunakan model tersebut untuk tujuan komersial.
"Jadi, alih-alih menggunakan apa yang ditawarkan OpenAI, yaitu versi berbayar, berpemilik, dan terbatas, mengapa orang tidak memilih Llama 2 yang mudah dimodifikasi?" Terang pemberitaan Analytics India Magazine tersebut.
Lantas, apakah OpenAI Bisa Bertahan?
Untuk melihat profitabilitas OpenAI dinilai masih terlalu dini bagi perusahaan AI terkemuka manapun, terutama untuk memasuki pasar penawaran umum perdana (intial public offering/IPO).
Kemudian, diketahui bahwa dibutuhkan setidaknya perusahaan perlu beroperasi selama 10 tahun dan memiliki pendapatan sebesar US$100 juta agar IPO dapat berhasil.
Namun, peralihan OpenAI ke versi berbayar mungkin dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi pendapatan kemungkinan besar diharapkan berasal dari orang-orang yang membeli API dan menggunakan chatbot berbasis GPT-4, atau penawaran lain seperti DALL-E2.
"Namun angka finansial mengenai hal ini masih kabur," terang pemberitaan tersebut.
Untuk karyawan, meski banyak dari mereka yang keluar dan bergabung dengan pesaingnya, diketahui OpenAI masih merekrut orang-orang dengan gaji yang bagus. Bukan itu saja, OpenAI bahkan memperluas kantornya ke London.
Analytics India Magazine juga berpendapat bahwa investasi Microsoft sebesar US$10 miliar atau sekitar Rp152 triliun pada OpenAI mungkin membuat perusahaan tetap bertahan saat ini.
Di sisi lain, OpenAI memproyeksikan pendapatan tahunan sebesar US$200 juta pada 2023 atau sekitar Rp3 triliun, dan US$1 miliar pada 2024.
Bagaimana nasib ChatGPT kedepannya?