Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock dalam KTT BRICS 2023 menanggapi sikap BRICS yang mengakomodir Presiden Rusia Vladimir Putin, mengingat keputusannya untuk menghentikan ekspor biji-bijian melalui Laut Hitam.
Hal tersebut diungkapkan Baerbock, seraya menepis anggapan bahwa BRICS yang lebih tegas dapat menabur perpecahan global.
"Tidak ada gunanya memiliki kerja sama yang erat di dalam BRICS dengan seorang presiden Rusia yang pada saat yang sama menghentikan kesepakatan biji-bijian," jelasnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (23/8/2023).
Baerbock mengatakan kepada wartawan di Berlin bahwa pada masa-masa saat ini, semua negara melihat pentingnya kerja sama dan kemitraan.
Ia mengatakan bahwa semua negara bebas dengan memilih dengan siapa mereka ingin bekerja sama. Baerbock juga mengatakan bahwa lebih banyak negara yang menuntut suara.
"Tidak bisa hanya negara-negara besar di dunia yang memutuskan bagaimana tatanan internasional global dirancang,” jelas Baerbock.
Baca Juga
Berdasarkan catatan Bisnis, Rusia menghentikan kesepakatan Biji-Bijian Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative pada Senin (17/7). Hal ini dapat meningkatkan kekhawatiran di negara-negara miskin, dengan naiknya harga dan membuat makanan menjadi tidak terjangkau.
Kesepakatan tersebut awalnya dapat membantu menurunkan harga pangan global dan memungkinkan lembaga bantuan mengakses ratusan ribu ton makanan pada saat kebutuhan meningkat dan dana langka.
Direktur darurat di Afrika Timur untuk Komite Penyelamatan Internasional (IRC), Shashwat Saraf, mengatakan bahwa negara yang terdampak besar adalah Somalia, Ethiopia dan Kenya, yang juga telah menghadapi kekeringan terburuk di Tanduk Afrika dalam beberapa dekade.
Kemudian, di luar dampak langsung berkurangnya pasokan dari Ukraina, salah satu para pemasok biji-bijian terbesar di dunia dan ketidakstabilan pasar global mungkin menyebabkan negara-negara dengan surplus moderat menahan ekspor.
Tak hanya itu, negara-negara yang lebih kaya juga dapat merasakan kesulitan. Dapat diketahui, Kesepakatan tersebut sebelumnya menguntungkan Mesir, yang biasanya menjadi importir terbesar gandum terbesar di dunia.
Harga gandum juga diketahui seringkali melonjak, terutama setelah adanya aksi dari Rusia maupun Ukraina, meliputi serangan Ukraina terhadap kapal angkatan laut dan kapal tanker minyak Rusia dengan drone, dan angkatan laut Rusia menembaki kapal kargo di Laut Hitam.
Pemerintah Kyiv bertanggapan dengan tegas bahwa mereka menyatakan akan terus melanjutkan ekspor komoditas tersebut ke seluruh dunia, meskipun tanpa keterlibatan Rusia dalam perjanjian tersebut.