Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat Moody's menurunkan peringkat kredit sejumlah bank Amerika Serikat (AS). Kebijakan Moody's langsung berimbas kepada pasar keuangan global, khususnya AS. Lantas, apakah ini memberikan pengaruh bagi Indonesia?
Melansir dari Business Times, pada Selasa (8/8/2023) lembaga pemeringkat Moody's menurunkan peringkat kredit beberapa bank Amerika Serikat (AS). Bank-bank yang diturunkan peringkatnya, mulai dari M&T Bank, Pinnacle Financial Partners, Prosperity Bank, dan BOK Financial Corp.
Tak hanya itu, lembaga tersebut juga tengah meninjau status beberapa bank pemberi pinjaman terbesar negara, termasuk BNY Mellon, US Bancorp, State Street, dan Truist Financial.
"Hasil kuartal II banyak bank menunjukkan tekanan profitabilitas yang meningkat yang akan mengurangi kemampuan mereka untuk menghasilkan modal internal," tulis Moody's dalam sebuah catatan.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menggarisbawahi perbedaan antara kondisi bank di Amerika dan di Indonesia.
Dia mengungkapkan, sejauh ini bank-bank di Indonesia memiliki stabilitas dan kesehatan yang relatif lebih baik, hal ini didorong oleh peraturan dan pengawasan ketat yang diterapkan terhadap sektor perbankan di Indonesia.
Baca Juga
Baginya, dengan peraturan dan pengawasan yang ketat, bank-bank di Indonesia diharuskan untuk mengelola risiko dengan cermat, mengantisipasi potensi masalah, dan menjaga likuiditas dan solvabilitas mereka.
Untuk pengaruhnya tidak akan signifikan selama bank-bank di Indonesia masih sehat dan kondisi ekonomi nasional juga bagus," sebutnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (11/8/2023).
Pada kesempatan yang terpisah, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa pun mengatakan meski pemangkasan rating memang bisa memicu kekhawatiran pelaku pasar. Namun, justru memberi dampak yang positif bagi Indonesia.
"Ke kita harusnya positif. Kenapa? Kita kan nggak pernah nggak membayar hutang. Amerika hampir nggak bayar kan? Harusnya lebih jatuh lagi harusnya. Tapi untuk kita positif dalam hal gini, Kita kan selalu perlakukan tidak fair. Rating itu sebetulnya diberikan untuk melihat apakah satu negara mau bayar hutang atau mampu bayar hutang. Atau mau bayar hutang ya. Kita dua-duanya mampu. Harusnya ratingnya lebih tinggi dari yang sekarang," sebutnya ketika ditemui di acara Like It, Senin (14/8/2023).
Adapun, berdasarkan lembaga pemeringkat Moody’s, Indonesia mendapatkan peringkat sovereign credit rating pada peringkat Baa2 atau layak investasi dengan outlook stabil pada Februari 2022.
Bahkan, dirinya berpendapat Indonesia seharusnya mendapatkan peringkat kredit yang lebih tinggi, mengingat kinerja ekonomi yang terus membaik dan komitmen dalam membayar hutang.
"Kita dua-duanya mampu. Harusnya ratingnya lebih tinggi dari yang sekarang," sebutnya.
Adapun, sebagai informasi kredit perbankan pada Juni 2023 tumbuh 7,76 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau BCA misalnya, yang mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 9 persen yoy menjadi Rp735,9 triliun pada Juni 2023.
Berdasarkan analyst meeting BCA yang dikutip (28/7), hingga Juni 2023, kredit konsumer menjadi segmen dengan porsi pertumbuhan kredit tertinggi, diikuti oleh kredit komersial dan UKM.
Peningkatan kredit konsumer ditopang oleh KPR yang tumbuh 12 persen yoy menjadi Rp114,6 triliun, serta KKB yang naik 19,2 persen yoy menjadi Rp51,4 triliun. Meskipun terjadi perlambatan, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengungkapkan BCA masih menargetkan pertumbuhan kredit di level 9-12 persen pada tahun ini.
"Katakanlah year end misalnya, ada peningkatan pesat terutama dari korporasi, ya," ujar Jahja saat paparan kinerja semester I/2023, Senin (24/7/2023).
PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) atau BNI turut mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit hanya sebesar 4,9 persen menjadi Rp 650,8 triliun pada semester I/2023.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyampaikan pihaknya akan fokus pada penguatan likuiditas guna menopang akselerasi penyaluran kredit pada semester berikutnya.
"Tentu ada ruang untuk tumbuh lebih baik lagi dan akan kami akselerasi di semester kedua," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (25/7/2023).
PT Bank Mandiri (persero) Tbk. (BMRI) tercatat telah menyalurkan kredit secara konsolidasi Rp1.272,07 triliun pada semester I/2023, naik 11,8 persen secara tahunan (year on year/yoy). Ada sejumlah segmen yang moncer mendorong penyaluran kredit BMRI.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan pertumbuhan kredit perseroan tidak terlepas dari fundamental ekonomi Indonesia yang semakin solid.
“Dalam mendorong penyaluran kredit, kami tetap fokus pada sektor yang prospektif dan merupakan bisnis turunan dari ekosistem segmen wholesale di setiap wilayah. Pencapaian kinerja Bank Mandiri yang solid juga selaras dengan kondisi ekonomi Indonesia yang masih bertumbuh di tengah ketidakpastian global,” ujarnya dalam paparan kinerja Bank Mandiri pada Senin (31/7/2023).
Berdasarkan jenisnya, segmen kredit komersial mencatatkan pertumbuhan terbesar yakni 18,9 persen yoy menjadi Rp215,7 triliun per semester I/2023. Kredit segmen ini telah berkontribusi terhadap 17 persen keseluruhan kredit BMRI.
Lalu, kredit usaha kecil dan menengah (UKM) telah mencatatkan pertumbuhan 11,7 persen yoy menjadi Rp72,3 triliun pada semester I/2023.
Segmen kredit ini berkontribusi 5,69 persen terhadap keseluruhan kredit. Kemudian, kredit segmen konsumer naik 11,3 persen yoy menjadi Rp106 triliun dan mempunyai porsi 8,36 persen terhadap keseluruhan kredit bank.
Anak usaha pun telah berkontribusi 22,6 persen terhadap penyaluran kredit konsolidasi BMRI. Anak usaha ini telah menyalurkan kredit Rp287,4 triliun, naik 16,3 persen yoy, lalu kredit korporasi tercatat mengalami pertumbuhan 5,99 persen yoy menjadi Rp432,9 triliun