Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (Aptri) menyatakan kesiapannya, jika sewaktu-waktu pemerintah India memutuskan untuk melarang ekspor gula. Namun, ada sejumlah faktor yang membuat para petani kesulitan untuk meningkatkan produksinya.
Ketua Umum Aptri, Soemitro Samadikoen, mengungkapkan, rendahnya pendapatan para petani menjadi faktor penghambat terbesar sehingga membuat mereka kurang bergairah untuk terus berproduksi. Untuk itu, dia mengusulkan agar harga acuan di tingkat produsen dinaikkan menjadi Rp15.000 per kilogram.
“Minimal taruhlah kita di Rp15.000 per kilogram, itu untung [petani],” kata Soemitro kepada Bisnis, Rabu (9/8/2023).
Angka tersebut diusulkan Soemitro dengan memperhitungkan kenaikan beban biaya pengelolaan tanaman tebu yang cukup signifikan, di antaranya karena ditiadakannya penggunaan pupuk subsidi sehingga para petani harus membeli pupuk sekitar Rp6 juta per ton untuk setiap hektar, dari sebelumnya Rp1,5 juta per ton.
Biaya upah tenaga kerja yang mulai naik sejak 2016 serta biaya hidup yang meningkat juga turut diperhitungkan.
“Jadi untuk kesiapan kita siap, tapi beri kami pendapatan yang cukup untuk membangun kebun kita di tahun berikutnya,” ujarnya.
Baca Juga
Adapun, Badan Pangan Nasional (Bapanas) baru-baru ini telah melakukan penyesuaian harga gula konsumsi sebesar Rp1.000 per kilogram melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) No.17/2023.
Aturan ini menetapkan harga acuan di tingkat produsen naik sebesar Rp1.000 per kilogram menjadi Rp12.500 per kilogram, dan di tingkat konsumen menjadi Rp14.500 per kilogram.
Sementara itu, khusus Indonesia Timur, dan daerah 3TP (Tertinggal, Terluar, Terpencil, dan Perbatasan) ditetapkan sebesar Rp15.500 per kilogram.
Dengan harga acuan yang ditetapkan di tingkat produsen sebesar Rp12.500 per kilogram, Soemitro juga mengusulkan agar HAP di tingkat konsumen di hapus lantaran dinilai membelenggu pergerakan harga sehingga para petani merasa pendapatannya ‘dibatasi’ oleh pemerintah.
Melansir Bloomberg, Rabu (9/8/2023), ada kekhawatiran bahwa pemerintah India akan membatasi ekspor gula lantaran dunia semakin bergantung pada ekspor gula dari negeri Bollywood itu.
Kondisi cuaca yang tidak menentu juga dikhawatirkan dapat menurunkan produksi gula dalam negeri sehingga berpotensi membatasi kemampuan negara untuk melakukan ekspor.
Kepala Gula dan Etanol di Tropical Research Services, Henrique Akamine, mengatakan, adanya larangan ekspor beras merupakan sinyal yang jelas bahwa pemerintah mengkhawatirkan ketahanan pangan dan inflasi.
“Pemerintah mungkin akan mengikuti dan melakukan hal serupa terkait gula,” katanya.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Pabrik Gula India, Aditya Jhunjhunwala, menyebut, ladang tebu di sentra utama Maharashtra dan Karnataka tidak mendapatkan curah hujan yang cukup pada Juni 2023, sehingga berpengaruh terhadap panen.
Asosiasi melihat, produksi gula turun 3,4 persen dari tahun lalu menjadi 31,7 juta ton pada 2023 hingga 2024. Kendati demikian, Jhunjhunwala menyebut pasokan dapat memenuhi permintaan dalam negeri.
India sendiri akan menggunakan lebih banyak gula untuk biofuel. Asosiasi melihat pabrik mengalihkan 4,5 juta ton untuk membuat etanol, naik 9,8 persen dari tahun sebelumnya.
“Pada tingkat produksi ini, India mungkin tidak akan mengekspor apapun,” kata Kepala Gula dan Etanol di Stonex Bruno Lima.