Bisnis.com, JAKARTA - Proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek kembali menjadi sorotan publik usai Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo atau yang akrab disapa Tiko membeberkan sejumlah masalah proyek tersebut ke publik.
Tiko dalam perbincangannya di acara InJourney Talks secara daring pada Selasa (1/8/2023) mengatakan bahwa jembatan lengkung yang menghubungkan kawasan Gatot Subroto (Gatsu)-Kuningan salah desain. Selain itu dia juga mengatakan bahwa tidak ada integrator dalam proyek LRT Jabodebek. Hal itu disebut membuat antar komponen pekerjaan di proyek tersebut minim koordinasi.
Ketiadaan integrator dalam mengawal proyek LRT Jabodebek, kata Tiko memicu komplain dari salah satu vendor yakni Siemens yang bertanggung jawab soal pengembangan perangkat lunak (software). Siemens mengeluhkan 31 rangkaian kereta LRT buatan produsen kereta asal Indonesia yakni Inka ternyata memiliki spesifikasi yang berbeda.
Tiko menyebut perbedaan spesifikasi terjadi pada dimensi, berat, kecepatan hingga pengereman kereta. Spesifikasi rangkaian kereta yang tidak seragam menurut Tiko telah menambah biaya proyek LRT Jabodebek.
"Akibatnya, sistem software harus diperlebar toleransinya sehingga cost-nya [biaya] pun naik," kata Tiko.
Menilik ke belakang, berdasarkan catatan Bisnis.com Senin (15/5/2023), proyek LRT Jabodebek yang dijadwalkan meluncur pada 18 Agustus 2023 ini memiliki nilai investasi jumbo sebesar Rp32,5 triliun.
Baca Juga
PT KAI mencatat nilai proyek itu telah mengalami pembengkakan (cost overrun) sebesar Rp2,6 triliun dari yang sebelumnya hanya Rp29,9 triliun. Adapun cost overrun tersebut dibutuhkan untuk biaya pra-operasi dan biaya interest during construction (IDC).
Adapun untuk menutupi cost overrun, pemerintah mengguyur penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp6,9 triliun yang bersumber dari APBN 2021 melalui PT KAI. Selain untuk proyek LRT Jabodebek, dari total PMN tersebut sebagian lainnya juga digunakan untuk melanjutkan proyek ambisius Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Pada saat itu, Kepala Divisi LRT Jabodebek KAI, Mochamad Purnomosidi membeberkan bahwa pembengkakan biaya proyek LRT Jabodebek disebabkan adanya keterlambatan penyelesaian lahan depo kereta akibat pandemi Covid-19.
"Ada lahan depo yang belum selesai waktu itu, jadi mau tidak mau mengalami kemunduran yang berdampak pada penambahan biaya," kata Purnomosidi.