Bisnis.com, JAKARTA - Bank Dunia (World Bank) pada Juni 2023 resmi menetapkan Indonesia naik kelas dari negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income) menjadi negara berpendapatan menengah atas (upper middle income country).
Perubahan level ini seiring pendapatan nasional bruto (PNB) atau gross national income (GNI) naik menjadi US$4.580. Sementara itu, negara berpendapatan menengah atas ditetapkan memiliki GNI per kapita di kisaran US$4.466 sampai US$13.845.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa Indonesia berhasil naik menjadi upper-middle income country, tidak terlepas dari efektivitas penanganan pandemi, pelaksanaan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN), serta transformasi ekonomi melalui hilirisasi SDA.
Indonesia kembali masuk ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah atas atau Upper Middle-Income Country (UMIC).
— #UangKita (@KemenkeuRI) July 5, 2023
Padahal ambang batas klasifikasinya naik mengikuti kenaikan inflasi global.
Wah, kenapa bisa? Minkeu jelaskan di sini. pic.twitter.com/6oIWSGVTlL
“Berbagai instrumen APBN melalui program PC-PEN 2020-2022 berperan penting dalam memberikan bantalan kebijakan di masa krisis pandemi serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Di sisi lain, dampak signifikan kebijakan hilirisasi SDA telah mendongkrak kinerja ekspor dan memperkuat keseimbangan eksternal Indonesia,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (3/7/2023).
Baca Juga
Dampak Negara Ekonomi Menengah ke Atas terhadap garis kemiskinan
Meski demikian, penetapan klasifikasi Indonesia sebagai negara menengah ke atas membawa dampak pada standar garis kemiskinan jika mengacu pada standar Bank Dunia.
Dengan menggunakan acuan ini, lembaga keuangan global itu memasukkan 60 persen penduduk Indonesia dalam kategori miskin.
Pasalnya, batas kelas pendapatan menengah ke atas naik menjadi US$6,85 dari US$5,50 per kapita per hari. Dengan asumsi kurs PPP Rp4852,35 per dolar AS, maka batas kelas pendapatan menengah ke atas setara dengan Rp33.238,59 per kapita per hari atau Rp997.157 per bulan.
Atau dengan menggunakan patokan BPS sebesar 4,71 orang per rumah tangga, maka besaran penghasilan dikategorikan kelas menengah ke atas adalah Rp4.696.613 juta per rumah per bulan.
Besaran angka ini merupakan kebutuhan pendapatan riil karena Bank Dunia mengacu kurs yang mengikuti partitas daya beli (purchasing power parities/PPP) 2017. Kurs PPP berbeda dengan nilai tukar harian.
PPP merupakan tingkat konversi mata uang yang mencoba menyamakan daya beli dengan menghilangkan perbedaan tingkat harga antar negara. Dengan kata lain, mekanisme PPP mengacu kepada daya beli produk yang dikonversi ke dalam kurs dolar.
Hasilnya, mereka dengan pendapatan di bawah angka dari Bank Dunia itu masuk dalam kategori penduduk miskin.
Standar Kemiskinan Badan Pusat Statistik Orang Miskin Turun
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah orang miskin di Indonesia mengalami penurunan menjadi 25,9 juta orang atau sekitar 9,36 persen. Angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan kondisi September 2023.
“Pada Maret 2023, persentase penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 0,21 persen poin dibanding kondisi September 2022,” kata Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto, Senin (17/7/2023).
Nilai persentase penduduk miskin juga tercatat mengalami penurunan sebesar 0,18 persen bila dibandingkan Maret 2022.
Dasar perhitungan tingkat kemiskinan yang digunakan BPS adalah penduduk dengan penghasilan Rp550.458 orang per bulan dalam rumah tangga.
Rata-rata anggota keluarga dalam rumah tangga miskin dilaporkan mencapai 4,71 orang. Artinya, batas penghasilan yang dikategorikan keluarga miskin adalah Rp2.592.657 per rumah tangga miskin per bulan.