Bisnis.com, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat realisasi penerimaan negara di sektor hulu migas pada semester I/2023 baru mencapai US$6,75 miliar.
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Khairi mengatakan bahwa nilai tersbut masih jauh dari target atau baru 42,5 persen dari target 2023 yang dipatok US$15,88 miliar. Dia pun memperkirakan realisasi penerimaan negara dari sektor hulu migas tahun ini tidak akan mencapai target dan maksimal hanya mencapai US$13 miliar.
“Outlook 2023 dengan target tadi penerimaan negara US$15,9 miliar, hari ini masih US$6,8 miliar. Kami harap akan ada penurunan realisasi outlook 2023 maksimal US$13 miliar,” kata Kurnia dalam konferensi pers capaian kinerja hulu migas semester I/2023 di Jakarta pada Selasa, (18/7/2023).
Kurnia mengungkapkan, tidak tercapainya target penerimaan negara tersebut dikarenakan realisasi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP) yang lebih rendah dari asumsi awal.
SKK Migas mencatat rata-rata ICP pada semester I/2023 berada pada kisaran US$75,24 per barel, sementara asumsi ICP yang digunakan dalam APBN 2023 sebesar US$90 per barel.
Sementara itu, Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf menyebut realisasi investasi di sektor hulu migas sepanjang semester I/2023 baru mencapai US$5,7 miliar atau sekitar Rp85,46 triliun (asumsi kurs Rp14.994 per US$).
Baca Juga
Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan bahwa realisasi investasi semester I/2023 tersebut masih berada di bawah target semester I/2023 yang dipatok US$7,4 miliar.
“Namun, dari sisi ini investasi dibanding tahun lalu ada peningkatan 21,3 persen, dibandingkan target semester ini 77 persen,” kata Nanang.
Adapun, target investasi hulu migas sampai dengan akhir tahun ini dipatok mencapai US$15,5 miliar atau naik 28 persen dibandingkan realisasi 2022. Dengan demikian, capaian realisasi investasi hulu migas sampai dengan semester I/2023 baru mencapai 36,7 persen dari target sepanjang 2023.
Menurut Nanang, masih rendahnya realisasi investasi disebabkan adanya kendala pengeboran sumur karena safety stand-down, ketersediaan rig untuk pengeboran, dan tenaga kerja. Selain itu, terdapat beberapa proyek yang belum onstream.