Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan masih menagih janji dari negara maju yang tergabung dalam G7 terkait komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk transisi energi di Indonesia.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa dalam komitmen JETP tersebut, negara-negara G7 berkomitmen mengalokasikan dana sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp300 triliun.
“Ini yang kita harus tagih, justru JETP adalah komitmen yang dijanjikan. Indonesia bekerjasama dengan Energy Transition Mechanism [ETM] kita menagih mereka, ini proyek yang kita siapkan sesuai dengan apa yang kita bicarakan. Buktikan komitmen Anda,” kata Febrio di ICE BSD dikutip, Kamis (13/7/2023).
Febrio mengungkapkan pendanaan JETP telah dijanjikan negara-negara maju. "Justru yang kita mau adalah adil dan terjangkau. Jadi nanti tes-nya adalah apakah dia adil, apakah dia terjangkau, apakah yang dimaksud dengan pembiayaan ini akan lebih murah atau tidak, kalau tidak lebih murah, berarti komitmennya tidak terpenuhi," ungkapnya.
Indonesia, kata Febrio saat ini sedang bekerja sama dengan ETM sebagai salah satu cara untuk mempercepat transisi energi ke Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Indonesia bekerja dengan ETM jadi kita enggak terlalu pusing mereka menjanjikan berapa. Kita tawarkan proyeknya buktikan komitmen, jadi kita akan bekerja lewat proyek," ujarnya.
Baca Juga
Seperti diketahui, pakta iklim yang tergabung dalam kemitraan JETP berjanji menggalang dana US$20 miliar selama 3 hingga 5 tahun mendatang untuk pemerintah Indonesia.
Skema pendanaan JETP itu terdiri atas US$10 miliar yang berasal dari komitmen pendanaan publik, dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ). Mereka terdiri dari Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Adapun, kemitraan JETP yang dipimpin AS-Jepang ini, termasuk di dalamnya negara anggota G7 lainnya, yakni Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, serta melibatkan Norwegia dan Denmark.
“Sebagian hibah itu masuknya di dalam pengerjaan feasibility study, itu masuknya begitu, kan angkanya US$150-an juta, nggak bakalan cukup untuk danai proyek,” kata Dadan Kusdiana, Dirjen EBTKE Kemen ESDM.
Di sisi lain, Dadan mengatakan, pemerintah telah menyampaikan lima prioritas program yang potensial untuk didanai JETP, di antaranya pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT), peningkatan efisiensi, rasio elektrifikasi, serta infrastruktur transmisi.