Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Bagong Suyanto

Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Dilema Negara Pendapatan Menengah Atas

Indonesia dilaporkan kembali naik kelas. Sebelumnya sempat tergerus pandemi Covid-19.
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Gedung bertingkat di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. JIBI/Feni Freycinetia
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Gedung bertingkat di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. JIBI/Feni Freycinetia

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dilaporkan kembali naik kelas. Setelah sebelumnya sempat tergerus pandemi Covid-19, kini Indonesia kembali membuktikan diri sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang solid.

Berdasarkan dokumen World Bank, pendapatan nasional bruto (PNB) Indonesia per kapita kini mencapai US$4.580 atau setara sekitar Rp68,7 juta pada 2022. Angka ini meningkat 9,8% dari tahun sebelumnya sebesar US$4.170 atau sekitar Rp62,55 juta.

Dengan PNB per kapita sebesar ini, Indonesia kembali masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah atas (upper middle-income country, UMIC).

Pencapaian itu tidak terlepas dari keberhasilan pemerintah menjaga arah perkembangan pemulihan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 dilaporkan 5,3%.

Apakah keberhasilan Indonesia kembali masuk ke kelompok negara berpendapatan menengah ke atas akan mempersulit akses pembiayaan pemerintah, tentu masih diuji oleh waktu.

Sebagian pengamat memang mengkhawatirkan di balik prestasi Indonesia tersebut, ada kemungkinan bisa menjadi bumerang yang merugikan masa depan perekonomian nasional. Kenapa demikian?

Meski pemerintah yakin kenaikan status Indonesia akan semakin memudahkan kita mengakses berbagai sumber pembiayaan, utamanya yang berasal dari penerbitan obligasi.

Akan tetapi, perlu disadari bahwa peningkatan penghargaan investor terhadap value surat berharga kita, bukanlah jaminan akan mampu mengundang investor masuk ke Indonesia.

Kenaikan status Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah atas lebih banyak dipengaruhi oleh kenaikan pendapatan ekspor komoditas primer dan setengah jadi. Bukan tidak mungkin kenaikan itu akan hilang dalam tempo cepat ketika harga berbagai komoditas andalan itu turun di dunia internasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa saja kembali melemah.

Selama pandemi Covid-19, Indonesia memang beruntung karena imbas perang Rusia-Ukraina dan kenaikan harga berbagai komoditas di pasar global, khususnya migas. Masalahnya adalah sampai kapan masa emas itu akan bertahan?

Pengalaman telah banyak menunjukkan bahwa stabilitas pertumbuhan ekonomi dan kenaikan pendapatan nasional bukan jaminan menjadi daya tarik investor.

Selama ini, banyak investor justru lebih memilih beralih menanamkan investasinya ke berbagai negara berpendapatan menengah bawah atau malah yang berpenghasilan rendah karena pertimbangan stabilitas politik dan upah buruh yang lebih rendah.

Ketika sebuah negara makin sejahtera, konsekuensinya adalah upah buruh naik. Bagi kepentingan nasional, tentu kenaikan upah buruh merupakan indikasi yang menggembirakan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, di saat yang sama, kenaikan upah buruh tentu akan dipersepsi sebagai beban tersendiri bagi para investor.

Sebagai pelaku usaha, para investor wajar bila lebih mengedepankan kepentingan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Justru sebuah negara yang makin sejahtera akan dihindari investor karena dianggap lebih membebani.

Walaupun dari segi kemampuan atau daya beli masyarakat meningkat, tetapi kenaikan biaya produksi niscaya juga akan menjadi bahan pertimbangan sebelum memutuskan memasukan modal mereka ke sebuah negara,

Secara sosiologis, kenaikan Indonesia menjadi negara dengan pendapatan menengah ke atas, wajib disyukuri bila diikuti dengan kenaikan pemerataan pendapatan masyarakat.

Cuma, masalahnya, kenaikan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional bruto bukan jaminan dan bukan cermin dari kenaikan pemerataan kesejahteraan. Bisa saja pendapatan nasional bruto naik, tetapi sebagian besar masyarakat masih hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Berdasarkan laporan World Inequality Report 2022, di Indonesia sebanyak 50% penduduk dengan kesejahteraan terbawah ternyata hanya memiliki 5,46% dari total kekayaan ekonomi nasional.

Angka itu lebih buruk daripada kondisi 2001 yang sebesar 5,86%. Sementara itu, yang memprihatinkan, pada 2021, sekitar 10% penduduk terkaya di Indonesia ternyata justru menguasai sekitar 60,2% kue ekonomi nasional.

Laporan yang sama juga menyebutkan ketimpangan pendapatan tak kalah mencemaskan. Pendapatan kelompok 50% terbawah dilaporkan hanya Rp22,6 juta per tahun. Sebaliknya, kelompok 10% teratas memiliki pendapatan sebesar Rp285,07 juta per tahun. Itu berarti 1 orang dari kelas ekonomi atas memiliki pendapatan 19 kali lipat lebih besar ketimbang orang dari ekonomi terbawah.

Bahkan, ada pendapat yang menyatakan total kekayaan 100 juta penduduk Indonesia masih kalah dengan total pendapatan empat orang terkaya di Tanah Air.

Melihat bahwa kesenjangan antarkelas masih begitu memprihatinkan, merespons laporan Word Bank soal kenaikan pendapatan Indonesia di atas tentu harus disikapi dengan hati-hati. Tidak ada salahnya mengejar target menjadi negara dengan penghasilan sebelum tahun 2045 nanti. Mengejar pertumbuhan ekonomi hingga 6%—7% per tahun juga bukan hal yang keliru.

Yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana memastikan kenaikan penghasilan dan angka pertumbuhan ekonomi, kemudian juga berimbas pada peningkatan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Tanpa didasari fondasi pemerataan kesejahteraan dan struktur masyarakat “belah ketupat”, jangan harap kenaikan penghasilan nasional akan menetes ke bawah dan bisa dinikmati masyarakat miskin di tanah air.

Sepanjang kesenjangan masih menjadi masalah, jangan harap kenaikan status Indonesia secara ekonomi akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan keberdayaan masyarakat. Bagaimana pendapat anda?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper