Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menurunkan harga liquid petroleum gas (LPG) nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram (kg) dan 12 kg awal bulan ini.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, mengatakan keputusan itu diambil setelah mempelajari tren pelandaian harga contract price Aramco (CP Aramco) yang kembali berlanjut pertengahan tahun ini.
"Dalam kurun waktu terakhir, tren harga CP Aramco mengalami penurunan, sehingga Pertamina turut melakukan penyesuaian berupa penurunan harga untuk LPG non-subsidi 5,5 kg dan 12 kg,” kata Fadjar seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (4/7/2023).
Sebelumnya per 26 Juni 2023, Pertamina telah melakukan penyesuaian harga LPG nonsubsidi rumah tangga, yakni LPG 5,5 kg dan LPG 12 kg.
Untuk produk Bright Gas 5,5 kg, harga isi ulang mengalami penurunan sebesar Rp4.000 per tabung, sedangkan untuk isi ulang produk Bright Gas 12 kg turun sebesar Rp9.000 per tabung menjadi Rp 204.000 per tabung dari sebelumnya Rp213.000.
Sementara itu, Fadjar menjelaskan bahwa harga LPG bersubsidi tidak mengalami perubahan. Adapun, untuk penetapan harga patokan LPG 3 kg atau LPG bersubsidi menjadi kewenangan pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Baca Juga
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 253.K/12/MEM/2020 tentang Harga Patokan Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram.
Dalam pengaturan Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG 3 Kg, pemerintah daerah (pemda) dalam hal ini memiliki kewenangan di setiap Provinsi, Kabupaten maupun kota.
“Pertamina senantiasa mensosialisasikan imbauan penggunaan subsidi tepat sasaran khususnya dalam hal ini LPG 3 Kg yang ditujukan untuk masyarakat yang berhak. Pertamina juga melakukan uji coba penyaluran LPG 3 kg dengan menggunakan KTP agar lebih tepat sasaran,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegur sejumlah pemerintah daerah yang belakangan memilih untuk menaikkan harga eceran tertinggi atau HET gas LPG 3 kg subsidi yang jauh dari rata-rata harga jual eceran (HJE) yang ditetapkan pemerintah.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji, menuturkan kementeriannya telah mengirimkan sejumlah surat peringatan dan petunjuk teknis atau juknis pada kepala daerah terkait untuk dapat menyesuaikan kembali HET gas melon tersebut di tengah masyarakat.
“Banyakan kelebihan-kelebihan itu kita kirim surat peringatan kenapa demikian, tapi kita juga berikan juknis, seperti formula lah jadi enggak terlalu jauh dari yang ditetapkan pemerintah,” kata Tutuka saat ditemui di DPR RI, Rabu (14/6/2023).
Tutuka mengakui salah satu penyebab tersulutnya harga gas tabung subisidi itu karena alur distribusi yang panjang untuk bisa sampai ke masyarakat atau rumah tangga penerima manfaat. Alur distribusi yang panjang itu menambah ongkos yang mesti ditanggung pengecer sampai dibeli konsumen.