Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah pesawat asing yang tidak memiliki kode registrasi negara Indonesia dikabarkan berseliweran melayani penerbangan domestik selama berbulan-bulan.
Dalam unggahan foto pada akun Twitter pemerhati penerbangan Alvin Lie, @alvinlie21, yang disitat pada Jumat (30/6/2023), terlihat sejumlah pesawat jet yang terparkir di apron Bandara Halim Perdanakusuma. Dalam keterangan foto atau caption, Alvin menyebutkan banyak pesawat dengan kode registrasi T7 dan N yang berdomisili di bandara tersebut.
Adapun, kode T7 menandakan pesawat tersebut teregistrasi di San Marino, sementara kode N menandakan pesawat teregistrasi di Amerika Serikat. Padahal, seharusnya pesawat-pesawat yang beroperasi di Indonesia memiliki kode registrasi PK.
Alvin memaparkan, berdasarkan data yang ia dapatkan ada sekitar 30 pesawat berkode registrasi asing yang terparkir di Bandara Halim Perdanakusuma. Dia mengatakan, pesawat-pesawat dengan kode registrasi asing tersebut disewa dalam jangka panjang untuk melayani rute-rute domestik di Indonesia. Hal ini pun menyalahi peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.
Lantas, seperti apa peraturan yang berlaku terkait pesawat registrasi asing yang terbang melayani rute domestik di Indonesia?
Regulasi terkait penerbangan tidak berjadwal atau charter luar negeri telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 35/2021 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara.
Baca Juga
Pasal 62 pada beleid tersebut menyebutkan, angkutan udara niaga tidak berjadwal dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh Badan Usaha Angkutan Udara nasional yang telah mendapat sertifikat standar Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal.
Sementara itu, pasaI 63 ayat 1 menyebutkan, kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa angkutan udara.
Adapun, ketentuan terkait kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal luar negeri yang dilakukan dengan pesawat udara sipil asing diatur dalam pasal 67 peraturan yang sama. Peraturan tersebut mengatakan, pesawat dengan registrasi asing wajib mendapatkan izin terbang (flight clearance).
Izin terbang tersebut terdiri atas beberapa jenis. Pertama, izin diplomatik (diplomatic clearance), dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang luar negeri; Kedua, izin keamanan (security clearance), dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pertahanan; Ketiga, persetujuan Terbang (flight approval), dari Menteri.
Adapun, ayat 2 pada pasal 67 mengatakan, persetujuan terbang {flight approval) yang dimaksud pada ayat 1diberikan setelah mendapat izin diplomatik (diplomatic clearance) dan izin keamanan (security clearance).
Sementara itu, pasal 67 ayat 4 menyebut, pemberian persetujuan terbang diterbitkan dengan memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan penerbangan serta alokasi ketersediaan waktu terbang (slot time) Bandar Udara.
Selanjutnya, pasal 79 juga mengatur terkait kegiatan angkutan udara bukan niaga luar negeri yang dilakukan dengan pesawat udara sipil asing. Pesawat tersebut wajib mendapatkan Izin Terbang yang terdiri atas izin diplomatik dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang luar negeri.
Selain itu, pesawat tersebut juga harus mendapat izin keamanan dari Menteri yang rnenyelenggarakan urusan pemerintahan bidang pertahanan serta persetujuan terbang {flight approval) dari Menteri.
Kemudian, pasal 82 ayat 1 menyebutkan, setelah memiliki Izin Terbang, pesawat udara sipil asing yang melakukan kegiatan angkutan udara bukan niaga luar negeri wajib masuk dan keluar dari wilayah Indonesia melalui Bandar Udara Internasional.
Adapun, kegiatan pesawat asing tersebut dapat melanjutkan penerbangan ke beberapa bandar udara di Indonesia dalam jangka waktu dan keadaan tertentu.
Keadaan tertentu yang dimaksud juga disebutkan pada pasal 82 ayat 3 yaitu, penerbangan VVIP atau VIP, penerbangan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan NKRI, penerbangan untuk kepentingan ekonomi nasional, bisnis dan investasi.
Kemudian, penerbangan untuk bantuan kemanusiaan, penerbangan untuk mengangkut orang sakit (medical evacuation), serta pendaratan dengan alasan teknis (technical landing).
Secara terpisah, Alvin menyebutkan, peraturan terkait pesawat registrasi asing yang melayani rute domestik sudah ada dan sangat jelas dipaparkan pada Permenhub No 66/2015. Dia menjelaskan, pesawat berkode registrasi asing hanya boleh terbang dari luar negeri ke 1 bandara internasional di Indonesia.
“Jadi hanya point-to-point, tidak untuk melayani rute domestik,” kata Alvin saat dihubungi, Jumat (30/6/2023).
Alvin menyebutkan, pesawat asing tersebut juga telah melanggar aturan asas cabotage yang melindungi pesawat yang beroperasi untuk rute domestik. Asas cabotage tertuang dalam Pasal 7 Konvensi Chicago pada 1944.
Pasal tersebut menetapkan setiap negara memiliki hak untuk menolak memberikan izin kepada suatu pesawat udara milik negara lain, yang bermaksud mengambil penumpang, pos, dan kargo dengan mendapat bayaran atau sewa di wilayahnya.
Selain itu, pesawat-pesawat asing yang tidak teregistrasi di Indonesia juga telah merugikan negara secara finansial. Hal tersebut karena setiap pesawat teregistrasi di luar negeri yang masuk ke Indonesia umumnya harus membayar bea masuk dan pajak terkait.