Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Pandangan Kementerian Keuangan Vs Demokrat soal Silpa APBN Jokowi

Kementerian Keuangan dan Partai Demokrat memiliki pandangan berbeda terkait penggunaan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran atau Silpa dalam (APBN).
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis (kanan) dalam Media Gathering Kanwil DJP Jakarta Barat, Jumat (26/11/2021)./ Bisnis - Wibi Pangestu Pratama
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis (kanan) dalam Media Gathering Kanwil DJP Jakarta Barat, Jumat (26/11/2021)./ Bisnis - Wibi Pangestu Pratama

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan dan Partai Demokrat memiliki pandangan berbeda terkait penggunaan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan beberapa pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan, beberapa waktu lalu, Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Asan memberikan catatan terkait dengan besarnya SiLPA setiap tahunnya. 

Menurut Marwan, setiap tahunnya terdapat sisa lebih pembiayaan yang cukup besar padahal uang tersebut didapatkan pemerintah melalui pembiayaan utang. 

Dia mencontohkan Silpa pada tahun 2020 telah menembus Rp245 triliun, sementara tahun 2021 mencapai Rp84,9 triliun dan sebesar Rp111 triliun untuk Silpa tahun 2022.

“Ini uang sisa yang tidak terpakai. Padahal, sejatinya uang ini kita peroleh dari pembiayaan artinya utang. Makin besar Silpa yang tersisa dari APBN kita, berarti makin besar juga uang hasil pinjaman yang tidak dipakai dan ini adalah uang yang berbunga,” ujarnya. 

Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menuturkan bahwa Silpa berfungsi sebagai penyangga kas ketika penerimaan negara tidak dapat mengimbangi belanja pada titik tertentu dalam satu tahun anggaran. 

Hal itu seiring dengan mekanisme APBN yang dijalankan dengan asumsi makro terukur, tetapi tetap waspada atas ketidakpastian ekonomi global. Pasalnya, Indonesia menganut perekonomian terbuka yang berarti melibatkan diri dalam perdagangan internasional.

“Jadi, SiLPA sangat terkait erat dengan strategi dan pilihan kebijakan, bukan sinyal ketidakmampuan belanja. Ini terkait dengan risiko, opportunity, dan mitigasi,” ujar Prastowo melalui media sosialnya, Minggu (25/6/2023). 

Dia mencontohkan Silpa 2020, misalnya, yang mencapai Rp245,6 triliun. Sisa ini, kata Prastowo, digunakan untuk penanganan pandemi untuk tahun 2021 salah satunya guna mengamankan pasokan vaksin Covid-19. 

“Dana Silpa 2020 masih ditempatkan di perbankan dan akan digunakan untuk mendukung perbankan dan Bank Perkreditan Daerah [BPD] memberikan stimulus bagi UMKM,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dionisio Damara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper