Bisnis.com, JAKARTA — PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mengungkapkan persoalan konsesi tambang nikel yang masuk dalam daftar ilegal oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK, bukan termasuk aktivitas sengaja dari perseroan.
Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) Nico Kanter menegaskan konsesi tambang nikel yang tidak memiliki perizinan di bidang hutan tahap XI dari otoritas lingkungan hidup bukan berasal dari hasil eksplorasi perseroan.
Nico menerangkan kawasan yang belakangan masuk ke dalam perhatian KLHK itu berada di wilayah Kolaka dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
“Ada satu yang saya tahu bahwa itu memang sudah lama sudah waktu kami masuk sudah ada bukaan, bukaan itu mungkin yang tidak didokumentasikan dengan baik,” kata Nico saat ditemui di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (22/6/2023).
KLHK memutuskan ANTM bersama dengan dua perusahaan pelat merah lainnya, Semen Indonesia dan Solusi Bagun Indonesia sebagai perusaaan yang tidak mengantongi izin usaha di bidang kehutanan.
Adapun, daftar tersebut tertuang dalam keputusan Nomor SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023 tentang Data dan Informasi Kegiatan Usaha yang Telah Terbangun di dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap XI.
Baca Juga
“Kalaupun itu ada beberapa sanksi mungkin administratif sifatnya karena kan bukan bukaan yang dibuka sengaja oleh Antam tapi kita harus pertanggungjawabkan dari pada kita berdalih itu,” kata dia.
Lewat SK KLHK itu, luasan indikatif areal Antam yang tidak mengantongi izin kehutanan itu mencapai 533,5 hektare yang terbagi ke dalam tiga wilayah administratif.
Sumber Bisnis di internal KLHK mengonfirmasi kebenaran surat keputusan tersebut. Dia mengatakan surat tersebut tersebut memang tidak diedarkan secara luas ke publik. Namun, dia membenarkan bahwa surat keputusan yang beredar merupakan salinan dari surat keputusan yang asli.
"Dokumen itu aslinya tidak boleh keluar, meskipun pada real-nya keluar. Jadi paling kalau ditanya ada atau tidak, saya jawab ada," ujar sumber tersebut kepada Bisnis, Selasa (20/6/2023).
Pemerhati Lingkungan Hidup Dedi Kurniawan, menegaskan bahwa ketegasan sanksi negara tersebut akan dijadikan momentum oleh para pegiat lingkungan untuk melakukan aksi dan mendukung penyelesaian masalah pengemplang kewajiban ini yang terindikasi ada unsur kesengajaan.
Dedi menambahkan, pemerintah harus bertindak tegas agar kegiatan usaha yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian negara dalam pengabaian dan kepatuhan terhadap peraturan.
Dia menilai, bagi perusahaan-perusahaan pelanggar yang telah masuk dalam dalam KLHK sebagaimana dilampirkan dalam SK Menteri LHK No. 196 itu, harus bersiap menerima sanksi sesuai UU Cipta Kerja dan PP nomor 24 Tahun 2021 dan masuk dalam kebijakan ABS atau Automatic Blocking System.
"Indikasi pelanggarannya jelas, antara lain merusak kawasan hutan, adanya kerugian negara dan ketidak patuhan terhadap peraturan yang seakan mengulur-ulur waktu, kami akan segera turun kejalan lagi bersama berbagai elemen masyarakat supaya KLHK dan Kejaksaan Agung serius tangani kasus lingkungan hudup ini," ujar Dedi dalam siaran persnya, Senin (19/6/2023).