Bisnis.com, JAKARTA – Surplus neraca perdagangan dialami Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Capaian ini menggeser posisi India sebagai negara penyumbang surplus terbesar dalam perdagangan untuk periode Mei 2023. Keuntungan perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat mencapai US$1,06 miliar.
Surplus perdagangan adalah ketika nilai ekspor Indonesia lebih besar dari nilai impor dari negara mitra.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat komoditas ekspor yang menyumbang surplus terbesar, utamanya mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) dengan nilai US$255,2 juta.
“Pakaian dan aksesorisnya bukan rajutan HS 62 menyumbang US$195,5 juta serta pakaian dan aksesorisnya rajutan HS 61 sebesar US$174,8 juta,” ujar Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud dalam konferensi pers, Kamis (15/6/2023).
Lebih lanjut, Filipina menempati posisi kedua dengan menyumbang surplus sebesar US$839,1 juta. India di posisi ketiga dengan sumbangan surplus US$818,7 juta.
Pada bulan sebelumnya, April 2023, India menempati posisi pertama sebagai negara penyumbang surplus terbesar dengan nilai neraca perdagangan sebesar US$1,11 miliar. Komoditas bahan bakar mineral (HS 27) utamanya menyumbang surplus yang mencapai US$823,8 juta.
Baca Juga
Sementara AS menempati posisi kedua dengan nilai neraca perdagangan sebesar US$913,8 juta. Komoditas HS 85 masih menjadi penyumbang terbesar.
Terlihat dalam catatan tersebut, AS berhasil menggeser India. Artinya kinerja ekspor Indonesia ke Negeri Paman Sam tersebut semakin moncer.
Meski demikian, BPS mencatat ekspor ke AS sepanjang Januari-Mei 2023 anjlok 23,16 persen secara year-on-year (yoy) menjadi US$9,4 miliar.
Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2023 kembali mencatat surplus meski hanya US$0,44 miliar. Surplus neraca perdagangan merupakan capaian selama 37 bulan secara berturut-turut sejak April 2023.
Adapun, surplus tersebut berasal dari nilai ekspor yang mencapai US$21,72 miliar, melesat 12,61 persen secara bulanan atau month-to-month (mtm) yang didorong oleh komoditas kendaraan dan bagiannya (kode HS 87) sebesar US$373 juta, naik 60,20 persen.
Untuk impor turut mencatatkan peningkatan sebesar 38,65 persen (mtm) setelah tiga bulan berturut-turut turun, dengan nilai sebesar US$21,28 miliar.