Bisnis.com, JAKARTA - Adik Presiden RI Prabowo Subianto sekaligus Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan potensi pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) terapung di wilayah timur Indonesia.
Hashim menuturkan, pemerintah telah merencanakan pengembangan PLTN dengan kapasitas 500 megawatt (MW) pada tahap awal, yang nantinya akan ditingkatkan menjadi 10 gigawatt (GW).
Adapun, rencana pembangunan PLTN 500 MW telah tercantum dalam Rencana Usaha Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2035. Pasokan listrik dari pembangkit nuklir ditargetkan masuk ke dalam jaringan PLN pada 2032-2033.
Pengembangan PLTN terlebih dulu akan difokuskan di wilayah Indonesia bagian barat yang membutuhkan pasokan listrik lebih besar. Berdasarkan RUPTL PLN 2025-2035, lokasi pembangunan PLTN direncanakan berada di Sumatra dengan kapasitas 250 MW dan Kalimantan sebesar 250 MW.
Namun, ke depan pembangkit nuklir juga berpotensi dikembangkan di wilayah Indonesia bagian timur. Pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) tersebut kemungkinan akan dikembangkan secara terapung dengan teknologi small modular reactors (SMR).
SMR adalah reaktor nuklir canggih yang memiliki kapasitas daya hingga 300 MWe per unit, yang setara dengan sekitar sepertiga kapasitas pembangkitan reaktor nuklir konvensional.
Baca Juga
"Nanti di Indonesia bagian timur juga diperlukan. Nanti lebih banyak yang namanya small modular reactors dan kemungkinan besar nanti akan terapung. Tenaga nuklir terapung, di atas kapal atau kapal tongkang, untuk Indonesia bagian timur," ujar Hashim di Paris, Prancis, Selasa (15/7/2025).
Berdasarkan catatan Bisnis, pengembangan PLTN di Indonesia disebut telah dilirik oleh Rusia, China, dan Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, Hashim pernah mengungkapkan bahwa perusahaan asal Rusia, State Atomic Energy Corporation Rosatom (Rosatom) membawa penawaran yang menarik soal rencana investasi PLTN di Indonesia.
Selain itu, Westtinghouse Electric Corporation asal AS juga berkeinginan untuk membangun PLTN. Lalu, China National Nuclear Corporation (CNNC), perusahaan pelat merah nuklir juga menyatakan minat membangun PLTN.
“Teman Rusia kita, Rosatom, datang dengan proposal yang bagus,” ujar Hashim dalam forum Indonesia Green Energy Investment Dialogue 2025, Kamis (27/2/2025).
Namun demikian, pembangunan energi nuklir membutuhkan waktu yang lama. Misalnya saja Cina menawarkan proposal pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) selama paling cepat 140 bulan atau sekitar 12 tahun.
“Maka kita harus mulai segera, nuklir mungkin tahun ini,” katanya.