Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peneliti Celios: Indonesia Lebih Banyak 'Rugi' dari Hilirisasi Nikel

Celios menilai bahwa manfaat ekonomi dari kebijakan hilirisasi nikel lebih kecil dari potensi kehilangan pendapatan akibat sejumlah relaksasi.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel. /JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel. /JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Manfaat ekonomi kebijakan hilirisasi nikel dinilai lebih kecil dari potensi kerugian Indonesia, di antaranya karena terdapat potensi penerimaan bea dan pajak yang hilang akibat sejumlah relaksasi.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Studi China-Indonesia Center of Economic and Law Studies (Celios) Zulfikar Rakhmat dalam diskusi Polemik Investasi China di Indonesia: Bagaimana Menghindari Kualitas Investasi yang Rendah dan Jebakan Utang? yang berlangsung pada Kamis (15/6/2023).

Zulfikar menyampaikan bahwa hilirisasi memang bisa berpengaruh positif terhadap perekonomian, tetapi tidak sesignifikan apa yang pemerintah selalu sampaikan. Justru, menurutnya mudarat kebijakan relaksasi malah menutupi berbagai manfaatnya.

Kerugian Indonesia dari hilirisasi itu menurutnya berasal dari kebijakan seperti pembebasan bea keluar, yang saat ini berlaku bagi ekspor feronikel dan nickel pig iron (NPI), juga potensi pajak yang hilang seperti dari pajak korporat tambang nikel.

Perusahaan-perusahaan yang menjalankan hilirisasi itu memperoleh insentif pembebasan pajak (tax holiday), sehingga menurut Zulfikar negara kehilangan potensi penerimaan sekitar Rp32 triliun sejak 2020. Berdasarkan kajian Celios, seluruh potensi penerimaan yang hilang akan jauh lebih besar dari manfaat ekonomi hilirisasi nikel.

"Saya belum berani state sekarang [selisih antara potensi yang hilang dengan manfaatnya]... Ini [berbagai relaksasi] memang supaya kita tidak mengekspor barang mentah, kedua biar investasi masuk, tetapi nyatanya seperti itu, negatif, puluhan triliun," ujar Zulfikar pada Kamis (15/6/2023).

Zulfikar menjelaskan bahwa kebijakan yang belum holistik seolah memaksa penambang untuk menjual biji nikel ke smelter domestik. Niatannya mulia, agar terdapat nilai tambah di dalam negeri, tetapi harga jual biji nikel itu menurutnya jauh di bawah harga global.

Menurutnya, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan hilirisasi agar benar-benar memberikan manfaat ekonomi yang optimal dan tidak justru menghilangkan potensi penerimaan negara.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper