Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan situasi global saat ini diliputi oleh ketidakpastian, bahkan sebanyak 96 negara kini tercatat sebagai ‘pasien’ Dana Moneter Internasional (IMF).
Kepala Negara menuturkan bahwa informasi itu disampaikan langsung oleh Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva saat bertemu dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Hiroshima, Jepang, pada 19 – 21 Mei 2023.
“Beliau menyampaikan yang menjadi pasien IMF sekarang ini sudah 96 negara. Dulu [tahun] 1998 hanya berapa sih? 10 saja tidak ada sudah geger semuanya. Menunjukkan situasi dunia sekarang ini betul-betul pada situasi yang sangat sulit,” ujarnya dalam Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah 2023, Rabu (14/6/2023).
Adapun Jokowi tidak memerinci negara-negara tersebut. Namun, dia menyampaikan bahwa situasi pelik saat ini juga tecermin dari kondisi Eropa, yang beberapa waktu lalu sudah masuk ke jurang resesi secara teknikal.
Oleh sebab itu, di tengah kondisi ketidakpastian global saat ini, Presiden meminta kepada seluruh pihak untuk mampu membelanjakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan APBD secara produktif.
“Karena memang cari uangnya sangat sulit, baik itu lewat pajak, PNBP [penerimaan negara bukan pajak], royalti, dividen, sekarang ini tidak mudah,” pungkasnya.
Baca Juga
Dia pun menyayangkan pemakaian anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (Pemda), yang mayoritas digunakan untuk perjalanan dinas dan program tak jelas.
Sebagai catatan, sampai dengan April 2023, realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023 mencapai Rp219,44 triliun. Dari jumlah tersebut, belanja pegawai mendominasi dengan capaian Rp108,82 triliun atau 49 persen dari total belanja pemda.
Realisasi itu sangat kontras jika dibandingkan dengan belanja modal, yang memiliki efek signifikan terhadap ekonomi riil. Selama empat bulan pertama tahun ini, belanja modal hanya mencapai Rp10,77 triliun atau 4,9 persen dari total belanja APBD.
Capaian belanja modal bahkan terkontraksi sebesar 12,71 persen secara year-on-year (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan penurunan belanja pegawai yang hanya mencapai 3,29 persen, belanja barang dan jasa turun 7,45 persen, serta belanja lainnya 6,71 persen.
Kondisi tak jauh berbeda juga terjadi di pusat. Realisasi belanja pegawai pemerintah pusat pada Januari – April mencapai Rp80,51 triliun atau 31,24 persen dari total realisasi belanja kementerian/lembaga, yakni Rp257,7 triliun.
Pada belanja non-kementerian/lembaga, belanja pegawai tercatat mencapai Rp61,8 triliun atau 23,32 persen dari total realisasi belanja non-KL.
Belanja pegawai merupakan kompensasi dalam bentuk uang atau barang, yang diberikan kepada pegawai negeri sipil, pejabat negara, pensiunan, serta pegawai honorer. Kompensasi tersebut mencakup mulai dari gaji, tunjangan, hingga asuransi kesehatan.